Page 142 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2021
P. 142
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI & Jamsos) Kemnaker Indah
Anggoro Putri menyatakan peningkatan angka klaim JHT, salah satunya disebabkan oleh
banyaknya pekerja yang mengalami PHK. Selain itu pihaknya pun mendapati pergeseran filosofi
dari program JHT yang seharusnya dinikmati ketika memasuki hari tua atau masa pensiun,
namun banyak pekerja yang justru mencairkan saldo JHT setelah PHK.
Hal ini juga didasari oleh Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 19 Tahun 2015 yang memungkinkan bagi para pekerja
untuk melakukan klaim JHT satu bulan setelah mengalami PHK. Namun saat ini Kemnaker
sedang melakukan revisi terhadap Permenaker tersebut untuk mengembalikan kepada filosofi
program JHT yang seharusnya.
“Kami merevisi Permenaker nomor 19 tersebut, kita kembalikan kepada filosofi JHT yaitu benar-
benar sebagai tabungan di masa tua sebagai amanat yang tertera dalam UU No 40 tahun 2004
dan Peraturan Pemerintah (PP) No 46 tahun 2015,” ujar Indah.
Sejalan dengan hal tersebut Direktur Pelayanan BPJamostek Roswita Nilakurnia juga
memaparkan data klaim JHT dalam kurun waktu Desember 2020 hingga Agustus 2021. Dia
membenarkan selama masa pandemi terjadi kenaikan jumlah klaim jika dibandingkan tahun-
tahun sebelumnya.
Hingga Agustus 2021, tercatat 1,49 juta kasus JHT dengan penyebab klaim didominasi
pengundurkan diri dan PHK. Selain itu mayoritas nominal saldo HT yang diklaim kurang dari
Rp10 juta dan mayoritas range umur peserta paling dibawah 30 tahun yang merupakan usia
produktif bekerja.
Sementara itu Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI), Hermanto
Achmad mengatakan, saat ini pencairan JHT sangat mudah dan banyak diantara pekerja yang
menggunakan modus seolah-olah PHK untuk dapat melakukan klaim. Ini tidak sesuai dengan
filosofi jaminan sosial yang sejak awal menjadi harapan bagi seluruh pekerja Indonesia untuk
memiliki hari tua yang terjamin.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menambahkan
agar mekanisme pencairan JHT dikembalikan ke konsep UU No. 24 tahun 2011 seperti praktek
yang berlaku internasional berupa old saving.
"Dana yang disimpan di BPJS Ketenagakerjaan adalah dana ketahanan untuk pembangunan
ekonomi. Ketika Jaminan Hari Tua diubah maknanya menjadi jaminan hari terjepit karena bisa
diambil setelah dipecat, hilang filosofinya. Apakah dikembalikan (aturannya) ke undang-undang
sebelumnya, itu perlu diskusi lebih lanjut," tutur Elly.
Elly juga menitikberatkan pada manfaat program Jaminan Pensiun (JP) yang sangat kecil yaitu
Rp 300 ribu hingga Rp 3,6 juta per bulan. Dia menyayangkan sejak program tersebut dijalankan
pada 2015 hingga saat ini, belum dilakukan peninjauan kembali terkait besaran iurannya. Dia
berharap peninjauan dilakukan setiap tiga tahun sesuai ketentuan agar manfaat yang diterima
peserta maksimal. (*)
141