Page 115 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 23 DESEMBER 2021
P. 115
MIGRANT CARE SEBUT PUNGLI-PEMALAKAN KEPADA PMI DI WISMA ATLET
NAMPAKNYA SUDAH BIASA.
Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah menilai, banyak kasus pungutan liar (pungli)
yang dialami pekerja migran Indonesia (PMI) saat menjalani karantina usai pulang dari luar
negeri.
Meski demikian, jumlah aduan yang diterima mereka tidak sebanyak kejadian yang terjadi di
lapangan. Menurut dia, para PMI khawatir mendapat hukuman karena menyetorkan pungli
tersebut.
"Nampaknya kalau melihat kasus itu biasa di Wisma Atlet negosiasi harga, pungli, pemalakan,
seperti kasus selebgram beberapa waktu lalu," kata Anis ketika dihubungi Kompas.com, Rabu
(22/12/2021).
Ia menambahkan, beberapa waktu lalu dirinya mendapat laporan terkait pungli yang dialami
oleh PMI. PMI tersebut diketahui baru pulang dari Hong Kong dan dimintai uang Rp 4 juta oleh
oknum petugas di Bandara Soekarno Hatta.
"Saya lupa ada berapa kasus. Namun pekan lalu kami menangani kasus, ada teman (pekerja
migran) pulang dari Hong Kong, itu harusnya karantina, tapi dia dipalak Rp 4 juta kemudian
tidak karantina," ujar Anis.
Awal pekan ini, ramai diberitakan mengenai video yang menunjukkan antrian panjang para
penumpang di Bandara Soekarno sedang mengantre untuk mendapatkan tempat karantina
kesehatan usai pulang dari luar negeri.
Perempuan yang mengambil video tersebut selain mengungkapkan sebagian besar penumpang
yang antri adalah pekerja migran, juga mengungkapkan banyak calo yang menawarkan
karantina kesehatan di hotel.
Tak tanggung-tanggung, dia mengeklaim bahwa harga yang ditawarkan oleh calo untuk satu
penumpang pesawat mencapai Rp 19 juta.
"Banyak calo-calo tadi membujuk-bujuk kita supaya di hotel, ya Bu," katanya kepada seorang
perempuan yang ada di sebelahnya.
"Betul," jawab perempuan lain.
"Itu hotel Rp 19 juta (untuk) satu orang, gila. Bener-bener nih mafianya luar biasa. Tolong
diviralkan ya abang-abang, mpok-mpok, kakak-kakak, adik-adik, biar pemerintah melek deh,"
urai perekam video.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo pun menilai, kejadian yang dialami oleh para PMI
tersebut diskriminatif.
Ia mengungkapkan, sebenarnya kasus serupa yang membuat para pekerja migran terlantar
menunggu tempat karantina telah terjadi beberapa kali.
"Yang terjadi ada pelaporan diskriminatif ke teman-teman pekerja migran yang pulang. Dan saya
kira ini lagu lama dari pelayanan publik Indonesia di mana pekerja migrannya selalu dianggap
warga negara plus dua, yang kalau ingin mendapat layanan harus mengeluarkan tambahan
biaya," kata Wahyu.
114