Page 174 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 3 DESEMBER 2021
P. 174
KSBSI KALBAR DESAK PERBAIKI UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Provinsi Kalbar mendesak pemerintah
memperbaiki Undang-undang Cipta Kerja serta transparan kepada publik. Desakan tersebut,
merespon keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Undang-undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Ketua KSBSI Provinsi Kalbar Suherman mengatakan, ada sepuluh tuntutan yang disuarakan
KSBSI bersama sepuluh federasi serikat buruh afiliasi serta dua badan sayapnya.
"Tuntutan mendesak untuk melakukan perbaikan itu disampaikan untuk pemerintah pusat,
termasuk gubernur," katanya.
"Lakukan perbaikan dengan transparan kepada publik, termasuk KSBSI sebagai stakeholder
klaster ketenagakerjaan," sambung Suherman.
Adapun tuntutan lain yang disuarahkan yakni melibatkan KSBSI dan stakeholder lainnya dalam
seluruh proses perbaikan UU Ciker dengan keterpenuhan tiga syarat. Pertama, didengarkan
pendapat KSBSI, dipertimbangkan pendapat KSBSI, dan KSBSI mendapatkan penjelasan atau
jawaban atas pendapat yang diberikan KSBSI.
Suherman menambahkan perbaikan materi muatan (pasal-pasal/norma) UU Ciker harus lebih
baik dari UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Penanggungjawab (leading sector)
perbaikan materi muatan (pasal-pasal/norma) Klaster Ketenagakerjaan UU Ciker adalah
Kementerian Ketenagakerjaan.
Selanjutnya proses perbaikan UU Ciker Klaster Ketenagakerjaan di bawah pengawasan
(supervisi) International Labour Organization (ILO) untuk memastikan pelaksanaan standar
perburuhan.
"Sebagaimana dahulu dalam proses pembentukan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan," jelas Suherman.
Kemudian dilanjutkannya, pemerintah jangan membuat kebijakan yang bersifat strategis dan
berdampak luas terhadap perlindungan dan kesejahteraan buruh berdasarkan UU Ciker dan
peraturan turunannya. Lalu pemerintah jangan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang
berkaitan dengan UUCiker.
"Dalam hal ini para Gubernur jangan menerbitkan peraturan/keputusan untuk menetapkan
kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2022 berdasarkan PP No. 36 Tahun 2021
tentang Pengupahan, melainkan harus berdasarkan PP No. 78/2015 tentang Pengupahan,
sehingga terhindar dari gugatan di PTUN," terang Suherman.
Ia melanjutkan, pemerintah dalam hal ini Gubernur segera mencabut peraturan/penetapan
kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022 yang didasarkan pada PP Nomor 36 tahun
2021, serta menghitung dan menetapkan ulang UMP tahun 2022 berdasarkan PP Nomor 78
tahun 2015. Suherman menyatakan, berdasarkan fatsun politik bernegara dan tata kelola
pemerintahan yang baik, serta untuk adanya kepastian hukum, pihaknya meminta kepada
Presiden untuk menerbitkan PERPPU menyatakan UU Cipta Kerja.
"Setidaknya Bab IV Klaster Ketenagakerjaan UU Ciker, serta semua peraturan turunannya
ditangguhkan pelaksanaannya sampai selesai perbaikan UU Ciker, dan menyatakan
memberlakukan semua pasal-pasal yang dihapus dan diubah dalam UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan," tutup Suherman.
173

