Page 24 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 3 DESEMBER 2021
P. 24

Suherman  mengatakan  desakan  untuk  perbaikan  merespon  keputusan  Mahkamah  Konstitusi
              yang menyatakan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusion:
              bersyarat.

              Ta melanjutkan ada sepulub tuntutan yang disuarakan KSBSI bersama sepuluh federasi serikat
              buruh afiliasi serta dua badan sayapnya.

              "Tuntutan  mendesak  untuk  melakukan  perbaikan  itu  disampaikan  untuk  pemerintah  pusat,
              termasuk gubernur" kata Suherman di Pontianak, kemarin.

              "Lakukan  perbaikan  dengan  transparan  kepada  publik,  termasuk  KSBSI  sebagai  stakeholder
              Klaster ketenagakerjaan," sambung Suherman.

              Adapun tuntutan lain yang disuarakan yakni melibatkan KSBSI dan stakeholder lainnya dalam
              seluruh proses perbaikan UU Ciker dengan keter penuhan tiga syarat. Pertama, didengarkan
              pendapat KSBSI, dipertimbangkan pendapat KSBSI, dan KSBSI mendapatkan penjelasan atau
              jawaban atas pendapat yang diberikan KSBSI.

              Suherman menambahkan perbaikan materi muatan (pasal-pasal/norma) UU Ciker harus lebih
              baik dari UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Penanggung jawab (leading sector)
              perbaikan  materi  muatan  (pasal-pasal/norma)  Klaster  Ketenagakerjaan  UU  Ciker  adalah
              Kementerian Ketenagakerjaan.

              Selanjutnya  proses  perbaikan  UU  Ciker  Klaster  Ketenagakerjaan  di  bawah  pengawasan
              (supervisi)  International  Labour  Organization  (ILO)  untuk  memastikan  pelaksanaan  standar
              perburuhan.

              "Sebagaimana  dahulu  dalam  proses  pembentukan  UU  Nomor  13  tahun  2003  tentang
              Ketenagakerjaan," jelas Suherman.
              Kemudian dilanjutkannya, pemerintah jangan membuat kebijakan yang bersifat strategis dan
              berdampak  luas  terhadap  perlindungan  dan  kesejahteraan  buruh  berdasarkan  UU  Ciker  dan
              peraturan turunannya.

              Lalu pemerintah jangan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Ciker.

              "Dalam  hal  ini  para  Gubernur  jangan  menerbitkan  peraturan/keputusan  untuk  menetapkan
              kenaikan Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK) tahun 2022 berdasarkan PP No. 36 Tahun 2021
              tentang  Pengupahan,  melainkan  harus  berdasarkan  PP  No.  78/2015  tentang  Pengupahan,
              sehingga terhindar dari gugatan di PTUN," terang Suherman.

              Ia  melanjutkan,  pemerintah  dalam  hal  ini  Gubernur  segera  mencabut  peraturan/penetapan
              kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022 yang didasarkan pada PP Nomor 36 tahun
              2021, serta menghitung dan menetapkan ulang  UMP tahun 2022 berdasarkan PP Nomor 78
              tahun 2015. (mse)

















                                                           23
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29