Page 16 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 JANUARI 2019
P. 16

Pada September 2017, pemanggilan dari pihak kepolisian berkaitan dengan kasus
               pidana tersebut yang menyasar pimpinan Freeport Indonesia semakin menumpuk.
               Selain Chappy Hakim, yang juga ikut terseret adalah antara lain Tony Wenas,
               Jonathan Rumainum, Clementino Lamury, Benny Johannes dan Riza Pratama.
               Sebagian dari mereka telah dipanggil Polda Metro Jaya, tetapi cenderung mangkir.
               Awal bulan Oktober hingga November 2017, pihak Polda Metro Jaya akhirnya selesai
               memeriksa seluruh pimpinan Freeport dan siap untuk menyelenggarakan gelar
               perkara.

               Namun, hingga hari ini gelar perkara belum juga dilakukan. Beberapa dalih yang
               dikait-kaitkan dengan kasus Freeport ini dan disampaikan oleh pihak Kepolisian
               kenapa gelar perkara belum diselenggarakan termasuk renovasi kantor, pimpinan
               belum siap melakukan gelar perkara, pimpinan sibuk melakukan pemeriksaan ke
               Ambon Siaga satu saat Pilkada dan mengurusi kasus Ratna Sarumpaet. Aneh bin
               ajaib penyelidik Suparjo malah mewacanakan usulan melimpahkan kasus Freeport
               ini ke Polda Papua, meskipun dia sangat sadar bahwa lokasi perkaranya di Jakarta.

               Ini jelas bertentangan dengan Pasal 15 juncto Pasal 17 Peraturan Kapolri No.14
               Tahun 2012 (dan juga Putusan MK No. 130 Tahun 2015 mengenai Pasal 109 Ayat 1
               KUHAP), karena kasus Timotius sudah hampir dua tahun tapi masih belum dilakukan
               gelar perkara. Polri belum menetapkan kasusnya masuk dalam kategori yang mana.
               Padahal saking mudah penanganan kasus ini seharusnya cepat digolongkan sebagai
               kasus ringan. Oleh karena itu, pada tanggal 20 Desember 2018 Ombudsman mulai
               mengkaji perkara maladministrasi terhadap pihak kepolisian.

               Kesimpulan
               Yang menjadi pertanyaan besar adalah kenapa perkara yang dilengkapi alat-alat
               bukti lebih dari memadai sesuai dengan Pasal 184 KUHAP masih "jalan di tempat" di
               ranah penyelidikan? Merujuk hasil penelitian 'Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian'
               (PTIK) dan 'Indonesia Corruption Watch' (ICW), ketidakpatuhan Freeport Indonesia
               atas Keputusan MA 2006 dan Fatwa MA 2013 disinyalir telah memunculkan
               kesempatan-kesempatan pada 'oknum-oknum penguasa' dari ranah kepolisian untuk
               memperlakukan kasus ini sebagai "angsa bertelur emas".

               Jangan-jangan ada udang di balik bakwan yang membuat pimpinan kepolisian
               enggan mewujudkan gelar perkara, penetapan tersangka dan hukuman pidana
               dengan bermacam-macam dalih yang tidak masuk akal dan mencederai rasa
               keadilan dalam kasus Timotius Kambu melawan Freeport Indonesia.



















                                                       Page 15 of 144.
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21