Page 141 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 17 JUNI 2020
P. 141
BP2MI UNGKAP OKNUM KEKUASAAN-PENGUSAHA DI BALIK PMI ILEGAL
Jakarta - Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia ( BP2MI ) Benny Rhamdani
menyebut selama ini pengiriman pekerja migran Indonesia ( PMI ) ilegal secara undocumented
dilakukan oleh sindikat yang melibatkan pemilik modal atau pengusaha.
Ia menyebut sindikat ini tidak bekerja sendiri. Mereka juga diback-up oleh oknum-oknum dari
institusi-institusi kekuasaan.
"Siapa yang terlibat dalam pengirim pekerja migran undocumented? Kami menyebut mereka
adalah komplotan atau sindikat yang melibatkan pemilik modal, yaitu pengusaha, yang
mendapatkan back-up dari oknum-oknum dari institusi-institusi kekuasaan, tentu oknum," kata
dia di Kantor Komnas HAM, Selasa (16/6).
Ia tidak menjelaskan lebih rinci terkait oknum-oknum di institusi kekuasaan tersebut yang
membekingi pengiriman PMI ilegal. Ia hanya bilang, berbagai persoalan terkait PMI tidak akan
selesai jika sindikasi pengiriman PMI undocumented terus terjadi.
Berdasarkan data di sistem BP2MI, katanya, ada 3,7 juta orang PMI. Namun, jika bertanya ke
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) akan didapatkan data 4,5 juta orang.
Angka itu disebutnya akan kembali berbeda jika berdasarkan data dari World Bank sebanyak 9
juta PMI.
"Kalau kita mengaminkan data World Bank, maka ada selisih 5.3 juta PMI yang tidak tercatat
sistem BP2MI. Diyakini 5,3 juta yang berangkat melalui nonprosedural, yang mereka disebut
PMI undocumented, dokumen tidak lengkap," ujar dia.
Banyaknya PMI yang berangkat secara ilegal ini, menurutnya, memiliki beberapa konsekuensi.
Pertama, otomatis 5,3 juta PMI tersebut akan berada di luar kontrol perlindungan negara.
"Ini sangat bertolak belakang. Satu sisi negara diperintahkan UU 18/2017 untuk memberikan
perlindungan, tapi sisi lain 5,3 juta orang tidak masuk kontrol negara," ucap dia.
PMI yang berangkat secara ilegal juga akan memberikan dampak kepada penerimaan devisa
negara.
"Tentu negara sangat dirugikan karena dari 3,7 juta orang PMI, devisa yang disumbang sebesar
159,7 triliun tahun 2019, angka yang sangat besar. Bisa dibayangkan kalau 5,3 juta selisih, yang
mereka memilih lewat cara-cara non prosedural," ucap dia.
(yoa/wis)
140