Page 133 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 06 DESEMBER 2019
P. 133

"(EH) Berpindah-pindah negara, agensi dan majikan, dengan rute: Tangerang-
               Surabaya-Malaysia-Dubai-Turki-Sudan-Suriah-Irak. Selama bekerja, EH tidak digaji,"
               ungkap Anis.

               Sekitar 3 bulan bekerja di Suriah tanpa gaji, EH kabur dari rumah majikan dan
               melapor ke KBRI Damaskus. Akan tetapi, Anis menyayangkan, staf KBRI bernama
               Abdul Khaliq menjawab bahwa EH harus komitmen bekerja 2 tahun, jika menolak
               maka harus bayar USD 8.000.

               "Parahnya, EH dikembalikan ke Agen Suriah bernama Fitri. Kemudian EH ditampung
               selama 1 bulan dan menerima berbagai bentuk pelecehan dan kekerasan dari Fitri:
               dicaci-maki, digebuk, dipukul, ditelanjangi, dibuat tontonan untuk staf laki-laki," kata
               dia.

               Anis mengatakan EH kemudian dipindahkan untuk bekerja di Irak sekitar 3 bulan,
               tanpa gaji. Dia juga menjadi korban perkosaan sebanyak 3 kali oleh anak majikan.

               Korban EH sempat melapor ke majikannya, namun sang majikan tidak percaya dan
               malah melakukan kekerasan. Hingga akhirnya EH didampingi teman PRT asal
               Filipina dan Seed Foundation membuat laporan ke kepolisian.

               "Namun EH malah ditangkap dan dipenjara atas tuduhan pencurian yang dilaporkan
               majikan. EH yang hamil, mengalami keguguran selama di penjara," kata Anis.

               Setelah itu, pada 22 Februari 2019, EH dipulangkan ke Indonesia dijemput
               BNP2TKI, Kemenlu, Bareskrim Polri dan RPTC. Polri kemudian memproses kasus
               perdagangan orang yang dialami EH.

               Polisi menangkap Abdul Halim pada 23 Maret 2019. Persidangan mulai digelar pada
               8 Agustus 2019 di PN Tangerang dan kini vonis untuk Abdul Halim sudah diketuk.

               Kini, Anis mendorong Polri untuk menangkap komplotan Abdul Halim. Mereka
               adalah Hayati, Hasan dan Fitri yang telah ditetapkan sebagai DPO.

               Selain itu, Anis meminta, Kemlu memberikan sanksi kepada staf KBRI Damaskus
               Abdul Kholiq. Sebab staf tersebut tak memberikan layanan publik dengan empati
               dan berpihak pada korban perempuan pekerja migran.

               "Kami mendorong Pemerintah Indonesia untuk segera mewujudkan mekanisme
               migrasi yang aman bagi perempuan agar terhindar dari kerentanan menjadi korban
               trafficking maupun pelanggaran HAM lainnya," tegasnya.

               Berikut pernyataan sikap lengkap dari Migrant CARE:

               1. Mengapresiasi Aparat Penegak Hukum, Polisi, Jaksa dan Hakim yang telah
               membongkar dan memproses hukum secara cepat dan menjatuhkan vonis yang



                                                      Page 132 of 141.
   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138