Page 6 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 23 JULI 2019
P. 6
Tak ketinggalan pengawasan pun harus disertai sanksi yang tegas agar timbul efek
patuh dan jera. Dirinya memberi contoh seperti di industri minyak dan gas yang
digelutinya, jika ada karyawan kilang LNG yang kedapatan membawa bawa korek
dan rokok di sakunya saja, bisa diskors selama seminggu.
"Namanya juga tercatat di sistem komputer. Jika masih melanggar 2-3 kali maka
langsung dipecat. Jadi sangat ketat dan tegas demi keselamatan kerja bersama,"
paparnya.
Sejumlah saran pun dipaparkan Raswari untuk penerapakan K3 yang holistik di PLN.
Antara lain pemasangan CCTV di berbagai sudut organisasi dan lapangan agar
pengawasan dapat berlangsung ketat dan luas. Selain itu PLN juga bisa membuat
film singkat tentang SOP yang harus dipatuhi orang-orang yang akan masuk fasilitas
produksinya. Film itu akan diperlihatkan kepada setiap pengunjung baru fasilitas
produksi.
Tak lupa juga pengawasan di unit terkecil perusahaan di berbagai pelosok negeri
juga harus disamakan skalanya dengan di unit induk yang besar. Hal ini lantaran
kecelakaan kerap terjadi di fasilitas operasional yang terpencil. Berbagai upaya
penerapakan K3 juga tak boleh lupa diterapkan untuk kontraktor PLN agar sama
merata pelaksanaannya.
Terakhir Raswari menyarankan agar PLN mewajibkan profesionalnya untuk
mengikuti sertifikasi kompetensi sesuai bidangnya masing-masing. Mengikuti
sertifikasi kompetensi bisa dilakukan di PIPI atau lembaga profesi lainnya yang
berwenang.
"Selain itu, sekarang era sertifikat kompetensi jadi agar pekerja PLN terukur semua
senior enginee r dan senior skill harus dibuatkan sertifikat melalui asosiasi profesi
sehingga mereka betul betul profesional di setiap bidangnya. Dengan begitu dia bisa
meminimalisir risiko karena betul-betul ahli dan ter-record pekerjaannya secara
profesional," jelasnya.
Untuk urusan sertifikasi profesi ini dipaparkan Raswari Indonesia memang cukup
tertinggal. Di Negara ASEAN lainnya sudah lebih dari 65% profesional yang
memegang sertifikasi profesi. Sementara di Indonesia baru 2% professional di
perusahaan Indonesia yang memiliki sertifikasi kompetensi.
"Apalagi sekarang Presiden Jokowi menginstruksikan, program untuk Visi Indonesia
adalah meningkatkan sumber daya manusia. Artinya, seluruh pegawai harus
ditraining aspek technical dan manajemen. Jadi seluruhnya harus memiliki sertifikasi
training agar profesionalitasnya teruji dan diakui," papar Raswari.
Oleh Ganet Dirgantara Editor: Chandra Hamdani Noor COPYRIGHT (c)2019 .
Page 5 of 139.