Page 126 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 11 NOVEMBER 2021
P. 126
Tuntutan tersebut diungkapkan saat menggelar unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Jawa
Tengah (Jateng) bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan, Rabu (10/11/2021).
Demo para buruh ini digelar sejak siang. Sebelum mendatangi Kantor Gubernur Jateng atau lebih
dikenal dengan Gubernuran, ratusan buruh itu menggelar pawai dengan menggunakan sepeda
motor, melintasi kawasan Simpang Lima, Kota Semarang.
Para buruh itu mendesak bertemu dengan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, selaku pejabat
Pemprov Jateng yang akan menetapkan UMP atau UMR Jateng 2022 pada 21 November nanti.
Meski demikian, keinginan para buruh ini tidak terlaksana, karena Ganjar tengah melakukan
kunjungan ke Kabupaten Blora.
Para buruh ini pun sempat kesal tidak bisa bertemu Ganjar. Mereka bahkan sempat berusaha
menerobos pintu gerbang Kantor Pemprov Jateng. Meski demikian, mereka akhirnya ditemui
Sekretaris Daerah (Sekda) Jateng, Sumarno, untuk berdialog.
Mengutip Solopos.com, Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jateng, Aulia
Hakim, mengaku kecewa tidak bisa menggelar audensi dengan Gubernur Ganjar terkait tuntutan
buruh agar UMP dan UMK mengalami kenaikan lebih dari 10%.
"Kemarin kita komunikasi dengan Pak Gubernur katanya akan diusahakan. Tapi, itu juga enggak
pasti. Harusnya dipastikan, kalau tidak bisa, ya bilang tidak bisa. Tapi, akhirnya tadi kami dapat
telepon, katanya Pak Gubernur siap melakukan audensi. Kami minta sebelum tanggal 16
November, karena tanggal 21 November sudah penetapan UMP," ujar Aulia.
Aulia mengatakan dalam demo kali ini tuntutan buruh masih sama dengan demo yang digelar
beberapa hari sebelumnya. Para buruh menuntut agar Pemprov Jateng menetapkan UMP 2022
naik lebih dari 10% dibanding tahun ini.
Pada tahun 2021, besaran UMP atau UMR di Jateng mencapai Rp1.798.979, 12. Oleh karenanya,
jika mengalami kenaikan 10% lebih, maka UMP 2022 di Jateng, sesuai tuntutan buruh, adalah
di atas Rp1.978.877,032.
"Angka itu [naik lebih 10%] sesuai dengan formula kami, yang melibatkan unsur kebutuhan
hidup layak [KHL] dalam penetapan UMP. Makanya, kami minta Pak Gubernur tidak
menggunakan PP No.36/2021 tentang Pengupahan, yang tidak melibatkan KHL dalam penetapan
upah," tegas Aulia.
Dalam kesempatan itu, buruh dari berbagai organisasi serikat pekerja juga menyuarakan agar
pemerintah membatalkan Omnibus Law, memberlakukan Upah Minimum Sektoral
Kabupaten/Kota (UMSK), serta menghapus aturan perjanjian kerja bersama (PKB) yang termuat
dalam Omnibus Law.
Penulis: Supriyadi Editor: Supriyadi Sumber: Solopos.com.
125