Page 296 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 11 NOVEMBER 2021
P. 296
keenam dilakukan dengan metode survey harga KHL buruh. Masih ada irisannya dengan metode
lama.
Ketentuan baru penentuan UMP/K di PP No. 36 tahun 2021 dengan menggunakan 5 jenis data,
semakin mengaburkan kondisi harga KHL buruh di pasaran. Penggunaan variable rata-rata
konsumsi per kapita hanya mengukur kemampuan daya beli buruh, bukan menggambarkan
kondisi di sisi suplai yaitu harga-harga yang riil terjadi di pasar.
Dengan kondisi pandemi Covid-19 saat ini, dimana banyak pekerja yang dipotong upahnya,
dirumahkan tanpa upah hingga di PHK, tentunya kondisi ini akan mempengaruhi nilai rata-rata
konsumsi per kapita masyarakat, yang nilainya cenderung turun. Badan Pusat Statistik (BPS) dua
hari yang lalu merilis rata-rata Upah Buruh per Agustus sebesar Rp2,74 juta/bulan.
BPS merilis survei upah buruh pada Agustus 2021 dibandingkan Agustus 2020 turun sebesar
0,72 persen menjadi Rp2,74 juta per bulan. Dengan turunnya upah buruh secara nasional ini
tentunya akan berdampak pada menurutnya rata-rata konsumsi per kapita masyarakat di
masing-masing propinsi.
Nilai rata-rata konsumsi per kapita yang menurun akan cenderung menurunkan nilai Batas Atas
(BA). Bila nilai selisih BA dengan UMP/K eksisting tipis maka kenaikan UMP/K di tahun depan
akan kecil juga. Bila nilai BA lebih kecil dari UMP/K eksisting maka dipastikan UMP/K tahun depan
tidak naik.
Dengan nilai rata-rata konsumsi per kapita di DKI Jakarta tahun 2021 ini diperkirakan sebesar
Rp2.336.429 maka kenaikan UMP DKI Jakarta di tahun 2022 di bawah 1 persen atau secara
nominal kenaikannya di bawah Rp30 ribu. Perkiraan kenaikan UMP yang rendah ini, lebih rendah
dari nilai inflasi di DKI Jakarta, berarti upah buruh/pekerja di Jakarta akan tergerus inflasi. Ini
artinya daya beli pekerja/buruh akan menurun. Dengan menurunnya daya beli buruh/pekerja
berdampak pada rata-rata konsumsi per kapita masyarakat DKI. Ini menjadi lingkaran setan
upah buruh terus tergerus inflasi.
BPS sudah menyerahkan data-data yang akan digunakan untuk menghitung kenaikan UMP/K
tahun depan kepada Kementerian Ketenagakerjaan dan Dewan Pengupahan. Mengingat isu upah
minimum sangat sensitif maka seharusnya BPS merilis data-data tersebut ke publik sehingga
kalangan pekerja/buruh dan SP/SB bisa menghitung juga. Dengan keterbukaan data ini akan
mengeliminir kecurigaan atau manipulasi dalam perhitungan kenaikan UMP/K tahun depan.
Data-data tersebut adalah data publik, yang mengacu pada UU No. 14 tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), khususnya Pasal 4 ayat (1) menyatakan setiap orang
berhak memperoleh informasi publik. Dan mengacu pada UU Cipta Kerja dan PP No. 36 Tahun
2021, data-data dari BPS tersebut bukan menjadi data yang bersifat ketat dan terbatas.
BPS adalah Badan Publik yang wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi
Publik yang berada di bawah kewenangannya, dan mengacu pada Pasal 10 ayat (1) UU KIP, BPS
wajib mengumumkan secara sertamerta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup
orang banyak dan ketertiban umum. Kembali, masalah UMP/K ini isu sensitif yang mempengaruhi
hajat hidup buruh/pekerja, dan senantiasa setiap tahun mengundang aksi demonstrasi dari
kalangan SP/SB.
Demikian juga BPS harus merilis ke publik data-data terkait penetapan UMK baru di suatu
kabupaten /kota yang selama ini belum memiliki UMK. Data-data seperti paritas daya beli, tingkat
penyerapan tenaga kerja, dan median upah dalam tiga tahun terakhir sangat dibutuhkan untuk
menentukan suatu kabupaten/kota berhak memiliki UMK baru atau tidak. Bila berhak maka
295