Page 242 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 SEPTEMBER 2021
P. 242

Anwar menyebutkan perdebatan kerap terjadi selama pembahasan penetapan UMP 2022 dalam
              beberapa pekan terakhir. Perdebatan itu terkait dengan besaran UMP tahun depan.
              “Biasa dalam diskusi dewan pengupahan ada hal-hal yang berbeda pendapat. Namun, semua
              basisnya adalah data yang diambil dari lembaga yang punya otoritas,” kata dia.

              Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) Adi Mahfud menuturkan
              penetapan UMP 2022 yang mengacu pada kondisi perekonomian makro bertujuan mengurangi
              kesenjangan besaran upah minimum antarwilayah.

              Adapun,  perhitungan  baku  UMP  melalui  kondisi  makro  perekonomian  tersebut  berasal  dari
              amanat PP No. 36/2021.

              “Saat  ini  sudah  ada  regulasi  yang  menetapkan  itu,  yaitu  UU  Cipta  Kerja  untuk  mengurangi
              kesenjangan upah minimum antarwilayah,” kata Adi.
              Caranya,  paparnya,  perhitungan  baku  penetapan  UMP  itu  diarahkan  untuk  menahan  laju
              pertumbuhan  upah  minimum  di  wilayah  yang  besarannya  sudah  relatif  tinggi  dibandingkan
              dengan standar hidup di daerah tersebut.

              Selain itu, formulasi penetapan UMP 2022 bakal memacu laju pertumbuhan upah minimum di
              wilayah yang pencapaiannya relatif rendah.

              “Makanya di PP itu dihitung menggunakan variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi. Ukuran
              utamanya UMP tahun berjalan,” kata dia.

              Dia belum dapat memastikan ihwal kenaikan UMP tahun depan. Padahal, kondisi pertumbuhan
              ekonomi  pada  triwulan  II  2021  sudah  bergerak  positif  di  posisi  7,07%.  “Belum  bisa,  masih
              penyiapan data dan proyeksi tersebut,” katanya.

              Terpisah,  Ketua  Umum  Asosiasi  Pengusaha  Indonesia  (Apindo)  Hariyadi  B.  Sukamdani  juga
              menilai positif penetapan UMP 2022 yang mengacu pada kondisi perekonomian makro tahun
              berjalan.

              Adapun, dasar perhitungan UMP 2022 itu berasal dari rumusan yang telah ditetapkan dalam
              Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2021 sebagai turunan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja.

              “Ikuti saja formulanya, yang jelas enggak mungkin upah turun, yang diperlukan dalam kondisi
              terjadi penciutan lapangan kerja tentu fleksibilitas. Bagusnya, itu sudah diatur UU Cipta Kerja,”
              kata Hariyadi.

              SIKAP PEKERJA

              Sementara itu, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar
              menilai  negatif  penetapan  UMP  2022  yang  berdasar  pada  perhitungan  makro  perekonomian
              tahun berjalan.

              Alasannya,  dia  menegaskan  serikat  pekerja  tidak  memiliki  ruang  untuk  menegosiasikan
              kebutuhan riil mereka.

              “Dari proses demokratisasi, ini menurun. Kita tidak ada lagi ruang bernegosiasi, tidak ada lagi
              ruang untuk memastikan bagaimana kondisi riil di lapangan, ini kan berdasar data-data saja dari
              Badan Pusat Statistik [BPS],” kata Timboel.

              Berdasarkan pada Pasal 26 Ayat (3) PP No. 36/2021 disebutkan perhitungan batas atas UMP
              diperoleh dari rata-rata konsumsi per kapita dikali dengan rata-rata banyaknya anggota rumah

                                                           241
   237   238   239   240   241   242   243   244   245   246   247