Page 644 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 20 DESEMBER 2021
P. 644

"Kita  ingin  juga  mengejar  siapa  yang  terlibat,  baik  langsung  atau  secara  tidak  langsung,
              mengetahui  tapi  membiarkan  peristiwa  ini  dan  penempatan  secara  resmi  ini  terus  terjadi  di
              wilayah Kepulauan Riau."

              "Harus  ada  tindakan  yang  harus  kita  katakan  tindakan  tegas  dan  extraordinary  yang  harus
              dilakukan oleh negara. Investigasi menyeluruh ini adalah bagian dari tindakan extraordinary yang
              kita  lakukan  atas kejahatan  yang  bisa dikategorikan  luar biasa yaitu  kejahatan  perdagangan
              manusia," jelas Benny.

              Perdagangan manusia melalui penempatan ilegal ini, lanjut Benny, melibatkan banyak pihak.
              Pemilik modal, bandar, kaki tangan di lapangan, calo, oknum yang memiliki atribut kekuasaan.

              Senada,  Wahyu  Susilo  dari  Migrant  Care  menyebut, keterlibatan  sindikat  dalam penempatan
              ilegal  pekerja  migran  ini  memiliki jaringan  yang  luas, "baik  dengan  aparat  Malaysia  maupun
              aparat Indonesia".

              "Sindikat  itu  ada  terutama  di  kawasan-kawasan  perbatasan,  kemudian  jejaringnya  dengan
              birokrasi.  Artinya,  ini  terkait  juga  dengan  integritas  petugas  kita  yang  ada  di  pelabuhan
              perbatasan," ujar Wahyu.

              'Standar ganda'

              Kendati Malaysia menutup pintu bagi pekerja asing, mengapa pekerja migran asal Indonesia
              masih tertarik untuk bekerja di negara tetangga tersebut? Bahkan, dengan cara yang tidak resmi.
              Wahyu  Susilo  dari  Migrant  Care  menjelaskan,  selain  kedekatan  budaya  dan  historis,  faktor
              ekonomi membuat pekerja migran Indonesia tertarik bekerja di Malaysia.

              Apalagi, celah-celah untuk bekerja di negara itu secara tak resmi acap kali terbuka lebar karena,
              menurutnya, standar ganda pemerintah Malaysia.

              "Suatu saat ketika punya kebutuhan tenaga kerja yang tinggi, mereka tutup mata. Perbatasan
              dibuka, [sehingga] tidak sedemikian ketat."

              "Tapi ketika mereka tidak membutuhkan, ketika pekerja migran dianggap sebagai ancaman, itu
              mereka punya kebijakan deportasi," jelas Wahyu.

              Ia  menambahkan  pengguna  terbesar  pekerja  migran  tak berdokumen  asal  Indonesia  adalah
              perkebunan kelapa sawit di Malaysia.

              Migrant Care memperkirakan ada sekitar 2,5 juta pekerja migran Indonesia yang masuk secara
              tak resmi di negara tersebut, dua kali lipat dari jumlah pekerja migran resmi yang sebanyak 1,2
              juta orang.

              Sementara Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono, yang sempat menjadi pejabat di
              Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), mengatakan
              pada umumnya para pekerja migran Indonesia "kena bujuk calo" untuk bekerja di Malaysia.

              "Pada umumnya mereka ini very low education, uneducated persons (kurang berpendidikan)
              sehingga mudah dipengaruhi oleh calo-calo atau pihak yang mengorganisir. Tapi sebetulnya, it's
              a  syndicate.  Ini  adalah  sindikat  yang  melakukan  aktivitas  kriminal  berulang-ulang,"  ujar
              Hermono.

              Secara  finansial,  lanjut  Hermono,  gaji  yang  diterima  oleh  rata-rata  para  pekerja  migran  tak
              berdokumen asal Indonesia tidaklah besar, hanya berkisar 1.200 ringgit, atau Rp3,6 juta.



                                                           643
   639   640   641   642   643   644   645   646   647   648   649