Page 68 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 DESEMBER 2021
P. 68
Kedua, meminta Pemerintah Pusat untuk mencabut Peratuan Pemerintah atau PP Nomor 36
Tahun 2021 tentang Pengupahan. Karena dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi nomor 7
tersebut, jelas dikatakan menyatakan menangguhkan tindakan atau kebijakan yang bersifat
strategis dan berdampak luas dan tidak boleh menerbitkan peraturan-peraturan yang baru.
Said mengatakan, di dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang perubahan Pasal 4 ayat 2 jelas
mengatakan bahwa kebijakan kenaikan upah minimum adalah keputusan strategis. Sehingga,
dia menegaskan, agar Pemerintah Pusat tunduk kepada keputusan MK dengan mencabut PP
Nomor 36 Tahun 2021.
"Ketiga, tuntutan kami adalah meminta Pemerintah Pusat dan daerah harus tunduk pada
keputusan MK yang menyatakan bahwa UU Cipta Kerja adalah inkonstitusional bersyarat,"
tegasnya.
Karena itu, kata Said, demonstrasi buruh berpotensi meluas untuk melakukan penolakan
terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Hal itu, bakal
terjadi jika beleid yang merupakan turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
tersebut tetap dijalankan oleh Pemerintah.
"Perlawanan kaum buruh akan terus meningkat eskalasinya di seluruh Indonesia bilamana
Pemerintah memaksakan untuk tetap menjalankan isi UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020
tidak mengacu pada keputusan MK (Mahkamah Konstitusi)," ujar Said kepada wartawan, Rabu
(8/12).
Said menuturkan, perlawanan dilakukan dengan melakukan mogok nasional selama masa
perbaikan UU Cipta Kerja, jika tidak melibatkan partisipasi publik. Sebab, diperkirakan pada
Januari 2022 sudah masuk proglenas prioritas.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, ada
beberapa aksi unjuk rasa yang berlangsung secara bersamaan di beberapa titik dengan
konsentrasi massa terbesar berada di Patung Kuda, Jakarta Pusat. Karenanya, sebanyak 400
polisi lalu lintas disebar pada berbagai titik aksi untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas bagi
masyarakat yang hendak beraktivitas.
Upah yang menyengsarakan Ribuan buruh menyuarakan aspirasinya di kawasan Patung Kuda
Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Jakarta Pusat, Rabu (8/12). Salah satunya, terkait keluhannya
menyangkut kebijakan upah buruh di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai
menyengsarakan kaum buruh.
"Berkali-kali Presiden membuat kebijkan yang selalu menyengsarakan kaum buruh," tegas
Deputi Presiden KSPI, Muhammad Rusdi, saat orasi dari mobil komando di kawasan Patung Kuda
Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Rabu (8/12).
Rusdi membandingkan kebijakan upah di era presiden Habibie dan Abdurrahman Wahid (Gus
Dur) pada saat menghadapi dampak krisis 1997-1998. Padahal, ketika itu, dampak krisisi
moneter lebih para dibanding pandemi Covid-19 saat ini.
Bahkan, ketika itu, pemutus hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai sektor dan nilai tukar
rupiah naik hingga di atas Rp 10 ribu. Namun, upah buruh tetap dinaikkan, tidak menekannya,
sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga "Inilah sebuah teori kalau ekonomi ingin stabil,
maka naikkan upah, agar daya beli meningkat, agar upahnya bisa menyerap hasil produksi
daripada industri, menyerap jualan dari pedagang kecil," kata Rusdi.
Namun, Rusdi menyayangkan, sejak 2015, Presiden Jokowi menekan upah buruh. Akibatnya,
tidak hanya kaum buruh yang sengsara, tapi juga pedagang kecil yang omzetnya turun sampai
67

