Page 93 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 27 JULI 2020
P. 93
Hal itu pun menyulut kekecewaan dari buruh yang hadir dalam audiensi Minggu lalu. Nining
Elitos, Ketua Konfederasi Aksi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) menyebut hal ini membuktikan
sekali lagi bahwa pemerintah dan DPR tidak pernah menangkap aspirasi rakyat.
"Kalau masyarakat marah, rakyat marah, itu karena memang wakil rakyat tidak pernah melihat
dan mendengar apa yang jadi suara suara kritis rakyat," kata Nining saat dihubungi reporter
Tirto , Kamis (23/7/2020).
Sebelum demonstrasi pada 16 Juli 2020 lalu, gelombang penolakan terhadap RUU Cipta Kerja
memang telah bergolak, bahkan sejak sebelum draf RUU diserahkan oleh pemerintah ke DPR.
Pada April 2020 lalu, di tengah pandemi, ribuan buruh "membombardir" wakil rakyat melalui
SMS dan pesan WhatsApp.
Penolakan terhadap RUU Cipta Kerja juga disuarakan pada perayaan Mayday 2020.
Pasal-pasal dalam RUU Cipta Kerja memang dinilai mencekik kaum buruh. Sedikit di antaranya,
Pasal 89 RUU Cipta Kerja, menghapus Pasal 59, Pasal 88, Pasal 90, Pasal 93, dan Pasal 151 UU
Ketenagakerjaan (UUK).
Dengan dihapusnya Pasal 59 UUK tentang ketentuan Pekerja Kontrak Waktu Tertentu (PKWT),
artinya tidak ada batasan kontrak berlaku sehingga pekerja tidak mendapatkan kepastian dalam
bekerja.
Pasal 88D, penghitungan kenaikan upah minimum tidak lagi berlaku dengan standar nasional,
melainkan mengacu pada pertumbuhan ekonomi daerah. Artinya, jika pertumbuhan daerah
tersebut minus, maka UMK akan turun.
Pasal 90 UUK juga dihapus, padahal pasal ini mengatur tentang sanksi bagi perusahaan yang
melanggar ketentuan upah minimum. Sementara itu perubahan Pasal 151 UUK menghilangkan
peran serikat pekerja dalam negosiasi pemutusan hubungan kerja.
Perubahan Pasal 93 tentang cuti dan izin, menghapus hak cuti pada hari pertama menstruasi
bagi perempuan. RUU Sapu Jagat ini juga menghapus izin khusus untuk menikah, menikahkan,
mengkhitankan, membaptiskan anak, istri melahirkan/keguguran, dan jika ada anggota
keluarga satu rumah yang menikah.
Bank Dunia Soroti Soal Lingkungan Hidup di Omnibus Law RUU Cilaka Selain soal
ketenagakerjaan, RUU Cipta Kerja juga mengancam lingkungan, agraria, dan pada akhirnya
akan menggilas kelompok marjinal seperti warga miskin dan masyarakat adat.
Nining mengatakan, di masa pandemi COVID-19 pemerintah dan DPR semestinya bekerja keras
untuk menjamin bahwa tidak ada lagi pekerja yang diputus hubungan kerja, masyarakat bisa
terpenuhi kebutuhan pangannya, dan anak-anak bisa tetap bersekolah dengan baik.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Fomappi) Lucius Karus pun tak habis pikir dengan
ulah wakil rakyat ini. Masa reses adalah waktu anggota DPR kembali menemui konstituen untuk
menyampaikan pertanggungjawabannya selama bertugas di masa siding, sekaligus menyerap
aspirasi pemilihnya. Justru di saat seperti inilah anggota DPR menjalankan fungsi
representasinya.
Untuk kebutuhan ini, kata dia, ratusan juta dianggarkan APBN untuk setiap anggota DPR pada
setiap masa reses. Lucius mempertanyakan bagaimana anggota DPR akan
mempertanggungjawabkan dana ini nantinya kalau mereka malah sibuk menggodok RUU yang
ditolak publik.
92

