Page 105 - Pembelajaran Vokasi di Perguruan Tinggi (Tinjauan Filsafat dan Rekonstruksi Teori) - Agunawan Opa
P. 105
Diploma. Umumnya, pada setiap penerimaan pegawai yang dicari
hanyalah sarjana. Apalagi pada pendaftaran PNS peluang untuk
lulusan vokasi masih langka. Bahkan saat ini petugas keamanan pun
ada yang sarjana. Karena semua pekerjaan harus sarjana, akhirnya
bermunculan penyelenggara pendidikan sarjana abal-abal.
Untuk mendukung pembangunan, penyelenggara pendidikan
vokasi perlu diberi fleksibilitas untuk menetapkan pilihan program
studi. Buka tutup program studi juga perlu disesuaikan kebutuhan.
Dengan begitu, industri tidak perlu menyelenggarakan sekolah
kejuruan atau perguruan tinggi sendiri untuk memenuhi kebutuhan
tenaga kerjanya seperti yang saat ini dilakukan banyak perusahaan.
Hal ini terjadi karena tidak ada komunikasi harmonis antara penyedia
dan pengguna tenaga kerja.
Sejak tahun 90-an pemerintah telah mencanangkan link and
match antara pendidikan vokasi dan industri. Namun, penyusunan
kurikulumnya masih berjalan sendiri-sendiri. Penyelenggara
pendidikan merasa mampu melihat kebutuhan industri. Sementara,
industri merasa lulusan pendidikan vokasi belum siap kerja. Sebab itu,
keterlibatan industri menjadi mutlak agar lulusan vokasi memenuhi
standar kebutuhan, misalnya, melalui kegiatan praktik dengan
melibatkan instruktur dari industri.
Di samping itu, jika guru dan dosen diberi kesempatan
mengikuti kegiatan serta penelitian terapan di industri, produktivitas
industri juga akan meningkat. Indonesia tidak hanya membangun
industri manufaktur, tetapi juga industri jasa, keuangan, kesehatan dan
lainnya. Dengan demikian, revitalisasi perlu melibatkan semua sektor.
Termasuk penyelenggaraan magang bersertifikat selama 6 bulan yang
dilakukan Kementerian BUMN merupakan terobosan yang patut
didukung.
Program magang yang selama ini terjadi peserta magang
diperlakukan sebagai magang te-ko atau pembuat minuman teh dan
kopi. Padahal manfaat dari keduanya dapat diperoleh bila program
94