Page 108 - Pembelajaran Vokasi di Perguruan Tinggi (Tinjauan Filsafat dan Rekonstruksi Teori) - Agunawan Opa
P. 108
4. Sertifikasi kompetensi. Kompetensi merupakan hal yang sangat
penting untuk lulusan vokasi. Sertifikat dibutuhkan untuk
menunjukan level kompetensi lulusan vokasi.
5. Komitmen menyerap lulusan sekolah vokasi oleh industri.
Paket link and match dirancang sampai mengembangkan
teaching factory menjadi teaching industry dan masuk ke dalam
kurikulum pembelajaran di lembaga pendidikan.
F. Kebutuhan Lulusan Vokasi
Indonesia masih kekurangan pekerja terampil. Saat ini,
sebagian besar tenaga kerja masih didominasi oleh mereka yang
berpendidikan rendah. Temuan itu tercatat pada data Badan Pusat
Statistik (BPS) per Februari 2020. Dari 131,03 juta total pekerja di
Indonesia, 38,9 persen di antaranya adalah lulusan sekolah dasar
(SD). Selanjutnya, lulusan sekolah menengah pertama (SMP) 17,93
persen, lalu disusul sekolah menengah atas (SMA) 18,34 persen dan
sekolah menengah kejuruan (SMK) 11,82 persen. Pekerja dengan
pendidikan tinggi hanya 13,02 persen. Rinciannya, pendidikan
universitas sebesar 10,23 persen dan vokasi (D1-D3) hanya 2,79
persen.
Data tersebut memperlihatkan ketimpangan komposisi sumber
daya manusia (SDM) pekerja yang terserap di lapangan kerja
Indonesia. Semakin banyak pekerja berpendidikan rendah, artinya
semakin banyak pula pekerja dengan kemampuan terbatas. Padahal,
industri terus berkembang dan kebutuhan tenaga terampil (skilled) di
Indonesia kian meningkat tiap tahun. McKinsey Global Institute (MGI)
mengolah data BPS 2016 dan menyimpulkan bahwa Indonesia
memiliki potensi untuk menjadi negara dengan ekonomi terbesar
ketujuh dunia pada 2030.
Oleh sebab itu, Indonesia membutuhkan pasokan tenaga kerja
terampil sebanyak 113 juta orang. Sementara, pekerja terampil yang
tersedia saat itu hanya berjumlah sekitar 57 juta orang. Artinya,
97