Page 4 - modul perjuangan fisik
P. 4
Rakyat Indonesia tidak menyadari bahwa sebagian besar pegawai AFNEI berasal dari bangsa
Belanda.
1. Pertempuran Surabaya
Pertempuran Surabaya adalah pertempuran pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing
setelah Proklamasi Kemerdekaan. Sejarah mencatat bahwa pertempuran yang terjadi di Surabaya
ini adala perang yang paling besar dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol
nasional perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme
Latarbelakang dan jalannya pertemuran yaitu dimulai ketika Tentara Sekutu mendarat di
Surabaya pada 25 Oktober 1945, di bawah pimpinan Brigjen Auberti Walter Sothern (A.S.W)
Mallaby yang berkebangsaan Inggris. Kedatangan mereka ke Surabaya tentu disambut baik oleh
gubernur Jawa Timur yaitu R.M.T.A. Soeryo. Dalam pertemuannya itu, disepakati bahwa Inggris
dipersilahkan memasuki dan mendatangi objek-objek yang sesuai dengan tugasnya. Namun
ternyata kesepakatan itu dilanggar pasukan Inggris dengan menduduki kantor pos besar, pangkalan
angkatan laut di Tanjung Perak, gedung Bank Inferio, dan lokasi penting lainnya. Bahkan pada
tanggal 27 Oktober 1945, pasukan Inggris menyebarkan pamflet menggunakan pesawat tempur,
yang berisi perintah agar rakyat Surabaya dan Jaa Timur menyerahkan senjata yang telah mereka
rampas dari tentara Jepang. Siang hari nya, terjadi kontak senjata pertaman yang dilancarkan oleh
Sekutu dan masyarakat setempat yang kemudian menyebar luas secara cepat dan berubah menjadi
perlawanan merebut kembali lokasi-lokasi yang penting yang telah berhasil dikuasai Sekutu, dan
tepat pada tanggal 28 Oktober 1945, lokasi tersebut kembali menjadi milik bangsa Indonesia.
Desakan yang dilancarkan oleh bangsa Indonesia membuat Sekutu kewalahan, sehingga D.C.
Hawthron, menghubungi Presiden Sukarno dan meminta bantuannya untuk menyelesaikan
pergolakan. Keesokan harinya, pada tanggal 29 Oktober 1945, Sukarno ditemani oleh Moh. Hatta
dan beberapa Menteri mendatangi Surabaya. Disana Sukarno mengumandangkan gencatan senjata
sambil menunggu hasil perundingan antara Indonesia dan Sekutu (Inggris). Walaupun perundingan
atas gencatan senjata telah disepakati, namun kontak senjata tetap digencarkan oleh rakyat
Indonesia, sasaran rakyat pada waktu itu adalah mobil yang di tumpangi oleh Mallaby, sehingga
Mallaby gugur dalam pertempuran di Surabaya tersebut. Atas kematiannya, pasukan Inggris ingin
menggempur rakyat Surabaya dan menuntun untuk menyerah tanpa syarat. Surat tentang kecaman
Sekutu atas kematian Mallaby tiba di tangan Gubernur Soeryo ada tanggal 7 November 1945. Dan
pada tanggal 9 November 1945, Soeryo membalas surat tersebut dan membantah tuduhan atas
kematian Mallaby. Marsergh, sebagai Menteri Sekutu bagi Jawa kemudian membalas surat dengan
isi bahwa Inggris bertekad untuk menuntut balas atas kematian Mallaby, bagian lain surat bahkan
berisi perintah untuk melaporkan pada waktu dan tempat untuk meletakkan tangan mereka diatas
kepala.
Bahkan mereka diminta untuk menandatangai dokumen sebagai tanpa menyerah tanpa syarat.
Batas waktu yang diberikan yaitu hingga 10 November 1945, jika ultimatum tersebut tidak
diindahkan, maka Inggris akan mengarahkan seluruh kekuatan angkatan perangnya untuk
menghancurkan Surabaya.Pukul 22.00, 9 November 1945, Gubernur Soeryo melalui siaran radio
menolak ultimatum Inggris tersebut. Maka pertempuran tidak dapat dielakkan. Kontak senjata
pertama terjadi di Tanjung Perak. Di tempat ini, Sekutu berhasil mengendalikan perlawanan rakyat
Surabaya, namun rakyat Surabaya tidak akan menyerah, bahkan mereka memilih Merdeka atau
Mati. Pertempuran berlangsung, serangan tak henti melalui darat, laut, udara,
Namun ada dua tokoh paling berpengaruh pada waktu itu, yaitu Bung Tomo dan Sukarno.
Bung Tomo (1920-1981) dengan sangat gigih membakar semangat para pemuda dan masyarakat
Surabaya dengan pidato-pidato di radio, sedangkan Sukarno berpidato dengan menggunakan
MODUL SEJARAH INDONESIA KD 3.10 DAN 4.10