Page 104 - BERFIKIR
P. 104
Apakah kalian juga sering denger kalimat seperti tadi? Orang
tersebut ga paham ilmu retorika, ga ngerti ilmu filsafat paling
dasar. Analogi sederhananya kita punya kain untuk dijahit jadi
baju koko, tukang jahit malah bikin kancingnya di punggung.
Marah ga kita yang punya bahan? Pasti. Kritik ga? Tentu saja.
Kasih solusi ga? Kagaklah. Kalo emang kita ngerti jahit,
ngapain ke kasih bahan ke tukang jahit?
Kenapa kita bisa marah banget? Karena itu baju koko itu buat
lebaran. Bahannya dibeli hasil jerih payah kita sebulan kerja +
lembur. Ditambah dengan keadaan covid-19 yang serba susah
seperti sekarang ini.
Pengkritik tugasnya menganalisis objek dan menunjukkan
kesalahan objek. Dia tidak wajib untuk memberikan solusi
terhadap apa yang dia kritisi. Karena, dia hanya sebatas tahu
kalo "bajunya ga sesuai pesanan", urusan cara jahit, mesin yang
dipakai, algoritma menjahit baju, itu bukan urusan dia. Dia
hanya ingin "bajunya bagus".
Metode apapun yang digunakan pengkritik ga jadi soal. Bisa
dengan marah, lembut, filosofis, atau yang lainnya. Itu urusan
pengkritik, yang penting konteks kritiknya sampai. Objek yang
dikritik harus sadar kesalahan dia, bukan malah menutup mulut
yang mengkritik. Kalo memang ga mau dikritik, tutup telinga.
Jangan lakukan keduanya, membungkam dan menutup telinga.
Itu curang. Dan jangan lupa, untuk berhenti jadi "tukang jahit".
89