Page 38 - Dukungan Hasil Riset Untuk Percepatan Perizinan
P. 38
Penny K. Lukito menyatakan, terdapat produk hasil riset yang sudah berhasil
mendapatkan izin edar, yaitu Stem Cell produksi Pusat Pengembangan Penelitian
Stem Cell Universitas Airlangga Surabaya bersama PT. Phapros dan Albumin yang
berasal dari ikan gabus yang dikembangkan oleh Universitas Hasanudin Makassar
bersama PT Royal Medika.
“Selain itu, terdapat produk biologi yang sedang dikembangkan yaitu enoxaparin
bersumber domba, trastuzumab, dan sejumlah vaksin antara lain MR, Hepatitis B,
Tifoid, Rotavirus, polio, sedangkan untuk produk fitofarmaka antara lain ekstrak
seledri, binahong, daun kelor, daun gambir dan bajakah,” katanya.
Dalam mewujudkan kemandirian produk darah dilakukan pengembangan industri
fraksionasi plasma.
Langkah awal untuk penyediaan bahan baku plasma adalah dengan melakukan
pendampingan dan percepatan sertifikasi Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) Unit
Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI).
Hingga saat ini telah tersertifikasi tiga belas UTD PMI dan empat sertifikat CPOB
diantaranya akan diserahkan secara resmi pada kegiatan ini.
Selain pameran hasil penelitian, kegiatan ini juga ini akan membahas beberapa materi
menarik melalui seminar terkait penelitian dan pengembangan Obat dan Makanan
yang siap dihilirisasi, antara lain produk obat berasal dari stem cell (metabolit),
albumin dari ikan gabus, produk darah, fitofarmaka, dan bahan pangan spesifik lokal.
“Kami mengharapkan kegiatan ini menjadi forum yang dapat dimanfaatkan secara
maksimal untuk menginventarisasi penelitian yang berpotensi dihilirasi dan menjadi
media komunikasi serta membangun intensive partnership dan sinergi antara ABG
(academia, business dan government),” tukas Penny K. Lukito.
“Hal ini akan menjadi kunci keberhasilan mendapatkan solusi atas kendala maupun
gap yang dihadapi oleh para peneliti dan pelaku usaha dalam rangka percepatan
hilirisasi hasil riset,” nya.
Badan POM berkomitmen untuk terus menjalankan Instruksi Presiden No 6 Tahun
2016 dengan mendorong percepatan kemandirian dan meningkatkan daya saing
industri obat, obat tradisional, dan pangan di Indonesia.
Sebagai otoritas Obat dan Makanan di Indonesia, Badan POM melakukan
pengawalan sepanjang product life cycle yang merupakan siklus mata rantai yang
tidak dapat dipisahkan karena merupakan satu kesatuan mencakup pre dan post-
market.
Data yang diperoleh dari hasil evaluasi pre-market, khususnya yang menunjukkan
risiko akan menjadi input bagi pengawasan post-market, agar risiko dapat dicegah,
dikendalikan, atau diminimalisir.
Demikian juga sebaliknya data pengawasan post-market menjadi input untuk evaluasi
produk yang sedang dalam proses registrasi atau perizinan.
“Siklus ini merupakan unsur kritikal bagi efektivitas perlindungan masyarakat dari
risiko Obat dan Makanan yang membahayakan kesehatan masyarakat.” kata Peni.