Page 33 - Dukungan Hasil Riset Untuk Percepatan Perizinan
P. 33
Universitas Airlangga Surabaya bersama PT Phapros dan Albumin yang berasal dari
ikan gabus yang dikembangkan oleh Universitas Hasanudin Makassar bersama PT
Royal Medika.
"Selain itu, terdapat produk biologi yang sedang dikembangkan yaitu enoxaparin
bersumber domba, trastuzumab, dan sejumlah vaksin antara lain MR, Hepatitis B,
Tifoid, Rotavirus, Polio. Sedangkan untuk produk fitofarmaka antara lain ekstrak
seledri, binahong, daun kelor, daun gambir dan bajakah," tuturnya.
Sementara itu, dalam mewujudkan kemandirian produk darah dilakukan
pengembangan industri fraksionasi plasma. Langkah awal untuk penyediaan bahan
baku plasma adalah dengan melakukan pendampingan dan percepatan sertifikasi
Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah
Indonesia (PMI).
"Hingga saat ini telah tersertifikasi tiga belas UTD PMI dan empat sertifikat CPOB
diantaranya akan diserahkan secara resmi pada kegiatan ini," tukasnya.
Selain pameran hasil penelitian, kegiatan ini juga ini akan membahas beberapa materi
menarik melalui seminar terkait penelitian dan pengembangan Obat dan Makanan
yang siap dihilirisasi, antara lain produk obat berasal dari stem cell (metabolit),
albumin dari ikan gabus, produk darah, fitofarmaka, dan bahan pangan spesifik lokal.
"Kami mengharapkan kegiatan ini menjadi forum yang dapat dimanfaatkan secara
maksimal untuk menginventarisasi penelitian yang berpotensi dihilirasi dan menjadi
media komunikasi serta membangun intensive partnership dan sinergi antara ABG
(academia, business dan government)," terangnya.
Lebih lanjut Penny menyampaikan bahwa hal ini akan menjadi kunci keberhasilan
mendapatkan solusi atas kendala maupun gap yang dihadapi oleh para peneliti dan
pelaku usaha dalam rangka percepatan hilirisasi hasil riset," tambahnya.
Badan POM berkomitmen untuk terus menjalankan Instruksi Presiden No 6 Tahun
2016 dengan mendorong percepatan kemandirian dan meningkatkan daya saing
industri obat, obat tradisional, dan pangan di Indonesia. Sebagai otoritas Obat dan
Makanan di Indonesia, Badan POM melakukan pengawalan sepanjang product life
cycle yang merupakan siklus mata rantai yang tidak dapat dipisahkan, karena
merupakan satu kesatuan mencaku pre dan post-market.
Data yang diperoleh dari hasil evaluasi pre-market, khususnya yang menunjukkan
risiko akan menjadi input bagi pengawasan post-market, agar risiko dapat dicegah,
dikendalikan, atau diminimalisasi. Demikian juga sebaliknya data pengawasan post-
market menjadi input untuk evaluasi produk yang sedang dalam proses registrasi atau
perizinan.
"Siklus ini merupakan unsur kritikal bagi efektivitas perlindungan masyarakat dari
risiko Obat dan Makanan yang membahayakan kesehatan masyarakat," tutup Kepala
Badan POM.