Page 27 - eModul SB kelas 8
P. 27
Pesinden atau sinden adalah sebutan bagi wanita yang bernyanyi dalam sebuah
orkestra gamelan, umumnya satu-satunya sebagai penyanyi. Pesinden yang baik
harus mempunyai kemampuan komunikasi yang luas dan keahlian vokal yang baik
serta kemampuan untuk menyanyikan tembang Jawa.
Menurut Ki Mujoko Joko Rahardjo, sinden berasal dari kata “pasindhian” yang
berarti yang kaya akan lagu atau yang melagukan (melantunkan lagu). Sinden juga
bisa disebut “waranggana” dengan deskripsi “wara” yang berarti seseorang berjenis
kelamin wanita, dan “anggana” yang berarti sendiri. Pada zaman dahulu waranggana
adalah satu-satunya wanita dalam panggung pergelaran wayang ataupun pentas
klenengan. Sinden memang seorang wanita yang menyanyi sesuai dengan gendhing
yang disajikan baik dalam klenengan maupun pergelaran wayang. Istilah sinden juga
digunakan untuk menyebut hal yang sama di beberapa daerah seperti Banyumas,
Yogyakarta, Sunda, Jawa Timur, dan daerah lainnya yang berhubungan dengan
pergelaran wayang maupun klenengan. Sinden tidak hanya tampil solo (satu orang)
dalam sebuah pergelaran, tetapi untuk saat ini pada pertunjukan wayang bisa
mencapai delapan hingga sepuluh orang bahkan lebih untuk pergelaran yang sifatnya
spektakuler.
Pada pergelaran wayang zaman dahulu, sinden duduk dibelakang dalang,
tepatnya di belakang tukang gender dan di depan tukang kendhang. Hanya seorang
diri dan biasanya istri dari dalangnya ataupun salah satu pengrawit (pemusik gamelan)
dalam pergelaran tersebut. Tetapi seiiring perkembangan zaman, terutama di era Ki
Narto Sabdo yang melakukan berbagai pengembangan, sinden dialihkan tempatnya
menghadap ke penonton tepatnya di sebelah kanan dalang membelakangi simpingan
wayang dengan jumlah lebih dari dua orang.
Di era modern sekarang ini, sinden mendapatkan posisi yang hampir sama
dengan artis penyanyi campursari, bahkan sinden tidak hanya dibutuhkan untuk mahir
dalam menyajikan lagu tetapi juga harus menjaga penampilan dengan berpakaian
yang rapi dan menarik. Sinden tidak jarang menjadi “pepasren” (penghias) sebuah
panggung pertunjukan wayang. Bila sindennya cantik-cantik dan muda, penonton akan
lebih kerasan dalam menikmati sebuah pertunjukan wayang.
Selain julukan untuk penyanyi daerah, Madihin juga merupakan sebuah kesenian
suku Banjar di Kalimantan Selatan. Kata Madihin berasa dari kata madah yang artinya
pujian (dalam wikipedia disebutkan asal kata Madihin dari madah yang dalam bahasa
Arab artinya nasehat). Seni Madihin merupakan salah satu bentuk sastra tradisi (sastra
lisan) oleh masyarakat Kalimantan Selatan dijadikan kesenian khas daerah, yang
berisi syair dan pantun yang dinyanyikan. Sarat dengan nasehat-nasehat yang
bermanfaat dan diselingi dengan humor segar, serta selalu dapat mengikuti
perkembangan zaman dan situasi serta kondisi pada saat ditampilkan termasuk selera
penontonnya.
Syair Madihin merupakan jenis puisi lama dalam sastra Indonesia karena ia
menyajkan syair-syair yang berasal dari kalimat-kalimat akhir yang bersamaan bunyi.
Madah juga diartikan sebagai kata-kata pujian, karena syair-syair madihin dan bait-bait
madihin berupa pujian-pujian. Madihin menurut arti lain dalam bahasa Banjar adalah
Papadahan atau mamadahi dalam bahasa Indonesia artinya memberi nasehat. Ini
disebabkan karena isi syair-syair dan pantun berupa nasehat.
Modul Seni Budaya Kelas VIII Semester 2 SMPN 6 Lembang 26