Page 48 - Modul Bahasa Indonesia untuk Jurnalistik Dasar
P. 48
Penerimaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk Muhammadiyah yang ditawarkan Pemerintah
menjadi sebuah babak baru bagi peran Muhammadiyah dalam kontribusinya di bidang pembangunan
ekonomi nasional. Namun, masuknya Muhammadiyah pada barisan pelaku usaha industri pertambangan
melahirkan banyak perdebatan serius mengenai dampak lingkungan dan komitmen Muhammadiyah
menjaga alam. Tentang, bagaimana cara Muhammadiyah dapat menyeimbangkan kegiatan ekonomi
ekstraktif ini dengan konsistensi organisasi pada perawatan lingkungan? Di luar dari dampak ekonomi
industri pertambangan yang besar terhadap pemasukan negara, kegiatan pada industri ini memang
terkenal memiliki dampak yang cukup besar terhadap lingkungan.
Keseluruhan aktivitas dalam pertambangan acapkali berujung pada kerusakan ekosistem,
pencemaran lingkungan, hingga berubahnya landskap secara permanen. Listrik yang diproduksi pun tidak
hanya mendukung kebutuhan energi industri semata, juga menjamin ketersediaan listrik untuk jutaan
rumah tangga di seantero dunia. Belum lagi pada era transisi menuju energi bersih, peran industri
pertambangan justru semakin mendesak dan kompleks. Merujuk riset Mike Scott pada 23 April 2024,
dalam ESG Watch: Why climate change is leaving mining firms between a rock and a hard place, bahwa
World Bank melaporkan permintaan global pada bahan mineral ini diprediksi akan meningkat hingga
500% pada tahun 2050 seiring sejalan dengan upaya percepatan transisi energi terbarukan. Dampak
Lingkungan Secara generik, dampak industri pertambangan terhadap lingkungan antara lain penurunan
produktivitas lahan, kepadatan tanah bertambah, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya gerakan
tanah atau longsoran, terganggunya flora dan fauna, terganggunya kesehatan masyarakat serta
berdampak terhadap perubahan iklim mikro.
Dalam kaitan itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memaparkan bahwa
sekitar 1,5 juta hektar lahan di Indonesia rusak diakibatkan aktivitas pertambangan. Terlebih lagi, bahwa
industri tambang sering menyebabkan degradasi tanah yang cukup parah, yang mana lahan bekas
tambang tidak lagi menjadi produktif selama bertahun-tahun. Studi dari World Resource Institute (WRI)
memaparkan, pencemaran air yang diakibatkan tambang juga terjadi dan menyebabkan penurunan
kualitas air di beberapa sungai besar di Indonesia, seperti Sungai Mahakam atau Kapuas. Dilihat dari
tujuannya, diperlukan hal-hal besar untuk memulihkan lahan bekas industri pertambangan agar dapat
kembali ke kondisi ekologis yang stabil. Terdapat teknik yang dinamakan revegetasi dari PT Freeport
Indonesia dalam rangka mereklamasi lahan bekas tambang di Papua. Dengan teknik revegetasi, sebagian
besar lahan bekas tambang tersebut dapat dikembalikan menjadi habitat layak untuk flora dan fauna
lokal. Jika dilihat dari kacamata moralitas, reklamasi menjadi bentuk tanggung jawab yang harus dipenuhi
oleh para pelaku di industri tambang. Manusia sebagai bagian dari ekosistem yang berjalan, memiliki
kewajiban untuk merawat dan menjaga keseimbangan alam. Disadari atau tidak, keseimbangan dalam
lingkungan kehidupan manusia dan lingkungan alam dapat terganggu karena ulah manusia itu sendiri.
Aktivitas reklamasi yang terencana dan terukur dengan baik, menjadi cara bagi manusia untuk
membuktikan bahwa, meski terlibat dalam aktivitas ekstraktif yang merusak, namun tetap tidak menutup
mata pada dampak kerusakan yang ditimbulkan. Bahkan, secara legal dibanyak negara termasuk
Indonesia telah menetapkan peraturan yang mengharuskan perusahaan pelaku tambang untuk
melakukan reklamasi pasca tambang sebagai bagian dari izin operasional yang diterima. Pemerintah
melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, telah
menetapkan kewajiban reklamasi untuk memastikan disetiap aktivitas pertambangan selalu disertai
upaya pemulihan lingkungan.
Bahasa Indonesia Jurnalistik
38