Page 16 - KEILMUAN SAHABAT ALI BIN ABI THALIB BOOK DIGITAL
P. 16
Maktum misalnya, ia merupakan seseorang yang tidak
bisa melihat, namun tidak diragukan lagi bahwa ia adalah
seorang sahabat.
Sehingga, As-Suyuthi memberikan definisi sendiri
yang dianggapnya lebih pas daripada definisi yang
diberikan An-Nawawi.
َ َ َ َ َ َ ً َّ َ َّ َّ َ َّ َّ َ
ْ ُ َ
ْ
ْ َ ُ
ْ َ
َ َ
َ
ِِه ِ مالسإِىلعِِتاموِام ِ لسمِِملسوِِِهيلعِِللّاِىلصِِيبنلاِِيقلِِنم
ِ ِ ِ
“Setiap orang yang bertemu dengan Rasulullah Saw. dalam
keadaan muslim dan meninggal juga dalam keadaan muslim.”
Dari definisi ini, maka setiap orang non-muslim
yang bertemu Rasulullah saat beliau masih hidup
kemudian masuk Islam pada saat Rasulullah wafat, seperti
utusan Raja Kisra, maka ia tidak bisa disebut sahabat. Atau
sebaliknya, ia bertemu Rasulullah saw.. dalam keadaan
muslim kemudian ia meninggal dalam keadaan non-
muslim, maka ia juga tidak bisa disebut sahabat. Begitu
juga orang yang hanya bisa melihat Rasulullah saw.. ketika
sudah wafat namun belum dikuburkan, maka ia juga tidak
bisa disebut sebagai sahabat Rasulullah saw. Seperti Abu
Dzuaib Huwailid bin Khalid al-Hudzalli.
Menurut Ahmad Ubaydi Hasbillah dalam buku Ilmu
Living Quran-Hadis dijelaskan tidak semua orang yang
bertemu Nabi pada masa beliau hidup dapat dikatakan
sahabat Nabi. Meskipun dia baik terhadap Nabi, tidak
mengganggu dakwahnya, namun dua kriteria itu tidak
cukup memberikan penekanan bahwa yang bersangkutan
dapat dikatakan sahabat Nabi. Seorang Muslim yang
pernah bertemu dengan Nabi dan berinteraksi dengan
beliau, namun belum masuk Islam saat interaksinya
3