Page 55 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 55
Todung Sutan Gunung Mulia
PENDIDIKAN
Dr. Todung Sutan Gunung Mulia Harahap—sering akrab disapa Mulia—lahir di Padang Sidempuan,
Sumatera Utara, pada tanggal 21 Januari 1896, yang secara silsilah keluarga masih memiliki hubungan
darah dengan Amir Sjarifuddin Harahap. Ia seorang bangwasan Batak dan beragama Kristen, sehingga
selain mempelajari pengetahuan umum ia juga mempelajari agaman Kristen dengan sungguh-
sungguh. Masa kecilnya dihadapkan pada berbagai tantangan. Salah satu contoh tantangan tersebut
adalah ketika ia menganut agama Kristen sesuai dengan lingkungan tempat tinggalnya. Oleh karena
itu ia berseberangan dengan keluarganya yang bermarga Harahap dan mayoritas beragama Islam,
salah satunya Amir Sjariffuddin, padahal saat itu di Padang Sidempuan Pemerintah Kolonial Belanda
menerapkan politik adu domba dengan menonjolkan stratifikasi sosial melalui agama.
Dalam hal pengetahuan umum ia tergolong orang yang pandai dan bahkan fasih berbahasa Belanda. Ia
mengenyam pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) sebelum akhirnya melanjutkan pendidikan
ke jurusan hukum Universitas Leiden, Belanda. Selama kuliah di Leiden ia aktif bersosialisasi, terutama
dengan para aktivis Kristen. Ia berkenalan dengan Hendrik Kraemer, seorang misiolog, teolog awam,
dan tokoh ekumenis Hervormd.Mereka berdua sering membicarakan gerakan Kristen pada masa yang
akan datang. Persahabatan mereka terus berlanjut setelah Mulia kembali ke Hindia Belanda dan kelak
Masa Jabatan mereka mendirikan gereja di berbagai daerah sebagai bentuk perjuangan gerakan Kristen yang mereka
14 November 1945 - 12 Maret 1946 rintis sebelumnya.
Sepulangnya dari Belanda pada tahun 1919 Mulia menjadi guru. Hanya berselang setahun ia diangkat
menjadi kepala sekolah di Hollandsch–Indlandsche School (HIS) di Kotanopan, Mandailing Natal,
Sumatera Utara. Walaupun telah menjadi seorang kepala sekolah namun ia tetap giat membangun
hubungan yang kuat antaraktivis gereja di Sumatera. Ia juga pernah mengajar kursus Hoofdacte
di Bandung.
Sebagai seorang pendidik yang cerdas dan religius Mulia juga terjun dalam pergerakan nasional.
Memasuki tahun 1920-an ia bergabung dengan Jong Sumatranen Bond (JSB) dan menjadi aktivis muda
bersama Sanusi Pane dan Amir Sjarifuddin. Akan tetapi baru beberapa tahun Mulia bergabung JSB
mengalami kemunduran. Oleh karena itu ia bersama tokoh Batak lain, di antaranya Sanusi Pane,
membentuk Jong Batak. Selain aktif dalam organisasi pemuda pada tahun 1922 ia mewakili suku Batak
dalam Volksraad. Ia menjadi anggota sidang Volksraad dalam periode cukup lama, yaitu 1922–1927 dan
1935–1942. Mulia juga menunjukkan ketertarikan pada dunia jurnalistik. Dengan ilmu agama Kristen
yang dimilikinya ia menerbitkan majalah mingguan bernama Zaman Baroe, yang memuat pemikiran dan
gagasan para aktivis dan orang-orang Kristen.
Pada tahun 1928 Mulia mengikuti Konferensi Pengkabaran Injil Sedunia di Yerusalem. Di konferensi
ini ia bertemu dengan sahabat lama sekaligus gurunya, Hendrik Kraemer. Setelah konferensi mereka
bertukar pikiran dan bertukar gagasan untuk memperluas jaringan pendidikan, keagamaan, dan politik
guna menampung suara umat Kristen. Perbincangan mereka menghasilkan partai politik Kristen bernama
Christelijk Etische Partij (CEP) yang selanjutnya berganti nama dan dikenal dengan nama Christelijk
Staatkundige Partij (CSP), padahal sebelumnya CSP merupakan bagian dari CEP. Perubahan itu terjadi
karena perbedaan pendapat di dalam CEP tentang gagasan perwalian bahwa Tuhan memberi kewajiban
terhadap Belanda untuk membimbing rakyat pribumi. Mulia dan kalangan progresif Kristen pribumi lain
yang tidak setuju dengan pemikiran CEP ini kemudian memisahkan diri dan mendirikan CSP. Walaupun
sibuk dengan urusan organisasi politik, Mulia dan Kraemer secara bersama menerjemahkan Alkitab
42 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 43