Page 10 - E-Modul IPA Berbasis Etno-STEAM Proses Produksi Genteng
P. 10

E-Modul Etno-STEAM
                                                                                                        5



                                         SEJARAH PRODUKSI GENTENG


                    Genteng pertama kali ditemukan pada awal millenium ke-3 SM di Lerna, Yunani, di mana

               situs ini mengandung ribuan sisa ubin terakota dari atap yang runtuh. Pada masa Mycenaean,
               atap genteng terdokumentasi di wilayah GLA dan Midea. Bukti genteng awal di Yunani kuno

               ditemukan di area terbatas sekitar Korintus, di mana genteng mulai menggantikan atap jerami

               di dua kuil Apollo dan Poseidon sekitar tahun 700-650 SM. Penyebarannya berlangsung sangat
               cepat.  Dalam  waktu  50  tahun,  atap  genteng  tersebar  di  berbagai  situs  besar  di  sekitar

               Mediterania  Timur,  termsk  Yunani  Daratan,  Asia  Kecil  Barat,  Italia  Selatan,  dan  Tengah.
               Genteng pertama berbentuk S, berukuran besar, dan beratnya mencapai 30 kg. Karena biayanya

               yang tinggi dan kebutuhan tenaga kerja terampil, genteng dipilih untuk melindungi bangunan-
               bangunan kuil yang maham karena sifatnya yang tahan api. Penyebaran penggunaan genteng

               terkait dengan peningkatan arsitektur monumental di Yunani, yang memerlukan dinding batu

               sebagai penopang karena genteng cukup berat, menggantikan dinding kayu dan lumpur.
                    Genteng berbahan tanah liat sebenarnya telah dikenal di Cina dan Timur Tengah sejak

               sekitar 10.000 tahun SM. Dari sana, genteng menyebar ke Asia dan Eropa, dan pada abad ke-
               17  dibawa  ke  Amerika  oleh  pendatang  Eropa.  Di  Indonesia,  penggunaan  tanah  liat  sudah

               dikenal  sebelum abad  ke-19,  tetapi  produksi  genteng  berkembang  pesat  sejak  tahun  1920,
               ketika  Pemerintah  Hindia  Belanda  mendirikan  Balai  Keramik  di  Bandung  untuk  meneliti

               wilayah yang memiliki tanah berkualitas tinggi, seperti Plered, Banyuwangi, dan Kebumen.

               Pada masa itu, pemerintah Hindia Belanda mendorong penggunaan genteng untuk mengurangi
               wabah pes, yang disebarkan oleh tikus-tikus yang bersembunyi di atap rumbia. Hingga kini,

               genteng  tetap  menjadi  bahan  atap  yang  popular  karena  kelebihannya,  yaitu  kuat,  mudah

               dipasang dan diperbaiki, memiliki daya tahan panas yang baik, dan tahan api.
                    Menurut  kedua  informan,  terdapat  perbedaan  genteng  di  daerah  Ngembalrejo  dengan

               daerah lain seperti jenis tanah dan bahan bakar yang digunakan. Mayoritas masyarakat Desa
               Ngembalrejo menggunakan tanah liat sebagai bahan baku pembuatan genteng. Bahan bakar

               yang digunakan adalah limbah tebu, sedangkan daerah lain menggunakan plastik atau kayu.
               Selain bahan jenis tanah dan bahan bakar, genteng di Desa Ngembalrejo terdiri dari beberapa

               bentuk, yaitu mantili, kodokan, dan klam.








                                                                                                         5
   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15