Page 42 - Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas X
P. 42

Pada  hari  pertempuran  terahir,  Dewa  Indra  mengirim  kereta  perangnya  dan
                   meminjamkannya kepada Rāmā. Kusir kereta tersebut bernama Matali, siap melayani
                   Rāmā. Dengan kereta ilahi tersebut, Rāmā melanjutkan peperangan yang berlangsung
                   dengan sengit. Kedua pihak sama-sama kuat dan mampu bertahan. Akhirnya Rāmā
                   melepaskan senjata Brahma Astra ke dada Rāvaṇa. Senjata sakti tersebut mengantar
                   Rāvaṇa  menuju  kematiannya.  Seketika  bunga-bunga  bertaburan  dari  surga  karena
                   menyaksikan  kemenangan  Rāmā.  Vibhīsaṇa  meratapi  jenazah  kakaknya  dan  sedih
                   karena nasihatnya tidak dihiraukan. Sesuai aturan agama, Rāmā mengadakan upacara
                   pembakaran jenazah yang layak bagi Rāvaṇa kemudian memberikan wejangan kepada
                   Vibhīsaṇa untuk membangun kembali Negeri Alengka. Setelah Rāvaṇa dikalahkan.
                       Berkat bantuan Sugrivā  raja bangsa Wanara, serta Vibhīsaṇa adik Rāvaṇa, Rāmā
                   berhasil  mengalahkan  Kerajaan  Alengka.  Setelah  kematian  Rāvaṇa,  Rāmā  pun
                   menyuruh Hanumān untuk masuk ke dalam istana menjemput Sītā. Hal ini sempat
                   membuat Sītā kecewa karena ia berharap Rāmā yang datang sendiri dan melihat secara
                   langsung tentang keadaannya. Setelah mandi dan bersuci, Sītā menemui Rāmā. Rupanya
                   Rāmā merasa sangsi terhadap kesucian Sītā karena istrinya itu tinggal di dalam istana
                   musuh dalam waktu yang cukup lama. Menyadari hal itu, Sītā pun menyuruh Lakṣmana
                   untuk mengumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya dan membuat api unggun. Tak
                   lama kemudian Sītā melompat ke dalam api tersebut. Dari dalam api tiba-tiba muncul
                   Dewa Brahma dan Dewa Agni mengangkat tubuh Sītā dalam keadaan hidup. Hal ini
                   membuktikan kesucian Sītā sehingga Rāmā pun dengan lega menerimanya kembali.
                      Sītā kembali ke pelukan Rāmā dan mereka kembali ke Ayodhyā bersama Lakṣmana,
                   Sugrivā, Hanumān dan tentara wanara lainnya. Di Ayodhyā, mereka disambut oleh
                   Bharata dan Kaikeyī. Di sana para wanara diberi hadiah oleh Rāmā atas jasa-jasanya. Di
                   Ayodhyāpura mereka disambut oleh prabu Barata dan beliau menyerahkan kerajaannya
                   kepada sang Rāmā. Śrī Rāmā lalu memerintah di Ayodhyāpura dengan bijaksana.
                      Salah  satu  versi  Rāmāyana  menceritakan  bahwa  Rāvaṇa  tidak  mampu  dibunuh
                   meski badannya dihancurkan sekalipun, sebab ia menguasai ajian Rawarontek serta
                   Pañcasona. Untuk mengakhiri riwayat Rāvaṇa, Rāmā menggunakan senjata sakti yang
                   dapat berbicara bernama Kyai Dangu. Senjata tersebut mengikuti kemana pun Rāvaṇa
                   pergi untuk menyayat kulitnya. Setelah Rāvaṇa tersiksa oleh serangan Kyai Dangu, ia
                   memutuskan untuk bersembunyi di antara dua gunung kembar. Saat ia bersembunyi,
                   perlahan-lahan kedua gunung itu menghimpit badan Rāvaṇa sehingga raja raksasa itu
                   tidak berkutik. Menurut cerita, kedua gunung tersebut adalah kepala dari Sondara dan
                   Sondari, yaitu putra kembar Rāvaṇa yang dibunuh untuk mengelabui Sītā.
                      Kitab Uttarakāṇḍa menceritakan kisah pembuangan Dewi Sītā karena Sang Rāmā
                   mendengar desas-desus dari rakyat yang sangsi dengan kesucian Dewi Sītā. Kemudian
                   Dewi Sītā tinggal di pertapaan Ṛsī Valmiki dan melahirkan Kusa dan Lawa. Kusa dan
                   Lawa datang ke istana Sang Rāmā pada saat upacara Aswamedha. Pada saat itulah
                   mereka menyanyikan Rāmāyana yang digubah oleh Ṛsī Valmiki. Uttarakanda adalah
                   kitab ke-7 Rāmāyana. Diperkirakan kitab ini merupakan tambahan. Kitab Uttarakanda




                                                         Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti |   35
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47