Page 49 - Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas X
P. 49

Seperti apa yang diuraikan dalam kisah kepahlawanan Rāmāyana, dimana Śrī Rāmā
                 sebagai tokoh utama dengan segenap kebijaksanaan, kepintaran dan kegagahannya
                 tetap  menunjukkan  rasa  bakti  yang  tinggi  terhadap  orang  tuanya.  Seperti  yang
                 tertuang pada Kekawin Rāmāyana Trĕyas Sarggah bait 9 sebagai berikut:

                            Sawét nikana satya sang prabhu kinon ng anak minggata,
                           Kadi pwa ya hilang ng asih nira hiḍĕp nikang mwang kabéh,
                               Gĕlāna mangarang n galah salahasātimohā ngĕsah,
                             Mahöm ta sahana nya kapwa umasö ri Sang Rāghawa.


                                                Terjemahan:
                        ‘Karena setianya sang prabhu (akan janji) disuruh putranya supaya
                          pergi. Seperti lenyaplah kasih sayangnya, demikian pikir orang
                        banyak. Gundah gulana, sedih. Kecewa amat bingung dan berkeluh
                       kesah. Maka berundinglah semuanya menghadap kepada Sang Rāmā.


                   Dari kutipan lontar tersebut tampak jelas nilai Pitra Yajña yang termuat dalam
                 epos Rāmāyana. Demi memenuhi janji orang tuanya (Raja Daśaratha), Śrī Rāmā,
                 Lakṣmaṇa dan Dewi Sītā mau menerima perintah dari sang Raja Daśaratha untuk
                 pergi hidup di hutan meninggalkan kekuasaanya sebagai raja di Ayodhyā. Walaupun
                 itu  bukan  merupakan  keinginan  Raja  Daśaratha  dan  hanya  sebagai  bentuk  janji
                 seorang  raja  terhadap  istrinya  Dewi  Kaikeyī.  Śrī  Rāmā  secara  tulus  dan  ikhlas
                 menjalankan perintah orang tuanya tersebut. Bersama istri dan adiknya Lakṣmaṇa
                 hidup mengembara di hutan selama bertahun-tahun.
                   Dari  kisah  ini  tentu  dapat  dipetik  suatu  hakikat  nilai  yang  sangat  istimewa
                 bagaimana bakti seorang anak terhadap orang tuanya. Betapapun kuat, pintar dan
                 gagahnya  seorang  anak  hendaknya  selalu  mampu  menunjukkan  sujud  baktinya
                 kepada orang tua atas jasanya telah memelihara dan menghidupi anak tersebut.


                 3. Manusa Yajña
                   Dalam rumusan kitab suci Veda dan sastra Hindu
                 lainnya, Manusa Yajña atau Nara Yajña itu adalah
                 memberi makan pada masyarakat (maweh apangan
                 ring  Kraman)  dan  melayani  tamu  dalam  upacara
                 (athiti puja). Namun dalam penerapannya di Bali,
                 upacara Manusa Yajña tergolong Sarira Samskara.
                 Inti Sarira Samskara adalah peningkatan kualitas
                 manusia.  Manusa  Yajña  di  Bali  dilakukan  sejak
                 bayi  masih  berada  dalam  kandungan  upacara
                 pawiwahan atau upacara perkawinan.              Sumber:www.koranbalitribune.com
                                                                 Gambar 1.16 Upacara Dwijati



                 42   | Kelas X SMA/SMK
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54