Page 77 - E - MODUL STUDI AGAMA KONTEMPORER
P. 77
eksoterisme, sementara pada level esoterisme terdapat titik temu. Kita tidak
bisa mengabaikan perbedaan-perbedaan yang ada dalam masing-masing
agama untuk menarik kesimpulan bahwa “semua harus menjadi satu”.
Dalam memahami persoalan agama-agama perlu pendekatan
multikultural, dimana pendekatan ini berusaha menjauhkan sikap absolut,
subjektif dan ekslusif. Pemahaman ini juga setara dengan pendekatan yang
digunakan oleh Schuon dengan istilah esoterisme, atau yang digunakan Hick
dengan pendekatan cross-cultural-nya dan Nasr dengan philosophia-perennia-
nya. Mengedepankan aspek moral dan sosial dalam agama juga diperlukan agar
68
agama tampil sebagai pembawa rahmat bagi semesta alam.
Pluralisme agama adalah suatu gagasan bahwa agama-agama besar dunia
merupakan persepsi dan konsepsi yang berbeda tentang dan secara bertepatan
merupakan respon yang beragam terhadap Yang Real atau Yang Maha Agung
dari dalam pranata kultural manusia yang bervariasi; dan bahwa transformasi
wujud manusia dari pemusatan diri menuju pemusatan hakikat terjadi secara
nyata dalam setiap masingmasing pranata kultural manusia tersebut dan terjadi,
69
sejauh yang dapat diamati, disamai pada batas yang sama.
B. Sejarah Pluralisme
Secara etimologi, pluralisme agama, berasal dari dua kata, yaitu
"pluralisme" dan "agama". Dalam bahasa Arab diterjemahkan "al-
ta'addudiyyah al-diniyyah" dan dalam bahasa Inggris "religious pluralism".
Oleh karena istilah pluralisme agama berasal dari bahasa Inggris, maka untuk
mendefinisikannya secara akurat harus merujuk kepada kamus bahasa tersebut.
Pluralism berarti "jama'" atau lebih dari satu. Pluralism dalam bahasa Inggris
menurut Anis Malik Thoha (2005: 11) mempunyai tiga pengertian. Pertama,
pengertian kegerejaan: (i) sebutan untuk orang yang memegang lebih dari satu
jabatan dalam struktur kegerejaan, (ii) memegang dua jabatan atau lebih secara
bersamaan, baik bersifat kegerejaan maupun non kegerejaan. Kedua,pengertian
68 Suyitno, Islam danPluralisme Agama, Ponegoro : Muaddib 2014, hlm 127-128
69 Legenhausen, Pluralitas dan Pluralitas Agama, Jakarta : Sadra Press 2010 hlm 41
72