Page 3 - Yesus di Taman Getsemani (Markus 14:32-42)
P. 3
MataNya. Kesan dua opsi ini terlihat pada ayat 36: “... ambillah cawan ini
dari hadapanKu”. Sebagai Firman (Allah) yang menjadi manusia
(Yoh.1:1,14), misi keselamatan bisa saja dibatalkan demi menghindari
kondisi memalukan, penuh derita dan hinaan itu.
Sebagaimana Adam pertama digoda di taman Eden dan kalah karena
memilih kehendaknya sendiri dan melawan perintah Allah, demikian juga
Tuhan Yesus ada dalam godaan itu. Namun, Ia tidak kalah!! Tuhan Yesus
menang terhadap godaan kesenangan diri dengan suatu pernyataan kuat
dalam doa hening di Getsemani: “..., tetapi janganlah apa yang Aku
kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki”. Kehendak Sang Bapa
adalah keselamatan dunia (Yoh.3:16), dan penggalan doa ini menjadi
jawaban tentang siapakah Tuhan Yesus. Ia adalah Adam kedua yang
berbeda dengan Adam pertama, yakni memilih ketaatan kepada BapaNya
sebagai suatu teladan bagi umat manusia. Adam pertama menggabarkan
tentang kita yang kalah, Adam kedua adalah gambaran pribadi yang
kelihatan kalah namun “menang” di mata Sang Bapa.
3. Berjaga dan Berdoa (ay.37-42)
Dalam konteks dekat, kalimat “Berjaga-jagalah dan berdoalah” adalah
reaksi Tuhan Yesus ketika mendapati 3 muridnya tertidur pulas (ay.37). Pada
konteks jauh, ini memiliki makna yang penting, yakni cara menghadapi
pencobaan. LAI TB 1 menerjemahkan narasi yang sudah kita hafal yakni:
“Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam
pencobaan; roh memang penurut, tetapi daging lemah" (ay.38). Pada
konteks jauh, tujuan dari kalimat Berjaga-jagalah dan berdoalah rupanya
adalah cara untuk menghadapi godaan atau cobaan hidup. Ini adalah
“ramuan rohani” untuk mampu memilih kehendak Allah dan bukan
kehendak dunia yang penuh dengan cobaan dan godaan.
Istilah berjaga dari bah Yunani γρηγορέω (baca: gregoreo) yang berarti: to
be awake (in the night), watch, to be watchful, on the alert, vigilant (terjaga
di malam hari, berjaga, waspada, siaga). Umumnya istilah ini digunakan
pada pasukan tentara Romawi yang bertugas di menara pengintai atau
menara penjaga. Dalam konteks iman, hal ini menjelaskan tentang
kemampuan secara rohani untuk memperhatikan musuh rohani yang
datang agar mampu melakukan tindakan antisipastif agar tidak kalah pada
cobaan atau godaan yang akan menggoyahkan iman. Namun berjagapun
tidaklah cukup sebab seperti penjaga diwaktu malam, bisa saja lengah dan
kelelahan dan akhirnya tertidur.