Page 36 - MODUL DIGITAL ASAM BASA BERMUATAN CERITA PENDEK BERBASIS KEARIFAN LOKAL KOTA SEMARANG
P. 36

Dompet? Aruna tersadar akan sesuatu, dia merogoh kantung celananya. Benar

                  saja, dompetnya tidak ada di tempat. Dia menghentikan langkahnya dan membalikkan
                  badan. Terlihat seorang remaja lelaki tinggi memakai kacamata bundar dengan frame

                  hitam, kaus biru cerah dan sepatu  converse hitam basic. Perawakannya tidak terlalu
                  kurus,  tidak  berisi  juga,  bahkan  sedikit  berotot,  kulitnya  kuning  langsat.  Potongan

                  rambutnya  rapi,  jauh  dari  kata  aneh,  Aruna  mulai  sedikit  yakin  dan  percaya,  dia
                  adalah orang yang baik.

                        “Mbak  maaf,  ini  tadi  dompetnya  jatuh.  Saya  mau  kembalikan  ke  Mbak,  eh

                  malah Mbaknya lari.” Ucap lelaki itu berusaha seramah mungkin, ia tahu wanita di
                  hadapannya itu sempat salah sangka kepada dirinya.

                        “Oh, iya. Makasih banyak  ya, Mas....?” Ucap Aruna yang ingin mengucapkan
                  rasa terima kasih, tetapi tidak tahu siapa nama lelaki di hadapannya ini.

                        “Bara. Nama saya Bara, Mba.” Tukas lelaki itu memperkenalkan dirinya.
                        “Saya Aruna” ucap Aruna singkat. Dia masih berusaha untuk menetralkan rasa

                  kagetnya.

                        Lelaki paruh baya yang sedari tadi berdiri di samping Bara memutuskan untuk
                  berusaha mencairkan suasana.

                        “Maaf, Mbaknya orang baru di daerah sini, ya?” Tanya Bapak itu sopan.

                        “Betul,  Pak.  Saya  anak  Pak  Adinata  yang  tinggal  di  Cluster  Melati.”  Jawab
                  Aruna sesopan mungkin.

                        “Hoalah, ternyata anaknya Pak Adinata, to. Kenalkan saya Pak Made, ketua RT
                  disini. Ini anak saya, Bara.” Jelas Pak Made.

                        Aruna tersenyum dan mengangguk sopan, dia kemudian bersalaman dengan Pak
                  Made.

                        Suara kentongan kayu dari penjual tahu petis keliling memecah keheningan di

                  antara  mereka.  Pak  Made  kemudian  memanggil  tukang  tahu  petis  tersebut  dan
                  meminta Bara dan Aruna untuk duduk menunggu di kursi taman yang dilindungi oleh

                  teduhnya pohon tabebuya. Kilau keemasan hangat dari cahaya matahari siang hari itu
                  menyelip  di  antara  ranting-ranting  dedaunan  dan  berhenti  tepat  di  wajah  Aruna.

                  Wanita itu menunduk, memainkan kelopak bunga tabebuya kering di tangannya.
                        “Udah  pernah  keliling  -  keliling  di  Bubakan,  sebelumnya?”  Bara  berusaha

                  memulai pembicaraan dan memecah kebisuan di antara mereka.

                          “Belum sempat, hehe. Ini perdana aku keluar rumah sendiri dan jalan-jalan. Oh
                  iya, di sini itu terkenal sama batiknya, kah? Soalnya, aku perhatikan dari tadi banyak




                                                           25                                    DAFTAR ISI
   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41