Page 51 - Ada - Bagian Dari Hidup (Puisi, Cerpen, Naskah drama)
P. 51

ADA: BAGIAN DARI HIDUP

                                                            Emak



                       Alam  sedang  memainkan  konsernya.  Memainkan  tempo  hujan  dengan

               mengacuhkan para penikmatnya. Air di dalam tubuhku keluar sebagai keringat, bukan
               sebagai  air  mani  seperti  layaknya  tubuh  manusia.  Kekhawatiranku  akan  emak  lah

               yang membuat air mani itu berganti menjadi keringat.
                       Emak yang telah melahirkanku 22 tahun yang lalu kini terbaring lemas, hanya

               terdengar  suara  hembusan  nafasnya.  Entah  penyakit  apa  yang  mengerogoti
               tubuhnya. Birokrasi yang berbelit melarang emak masuk ke rumah sakit. Tidak ada

               KTP yang untuk memilikinya perlu mengorbankan uang penghasilan kami selama 2

               bulan membuat kami tidak dianggap sebagai warga negara Indonesia. Tidak ada kartu
               miskin berarti tidak dapat pelayanan di rumah sakit.

                       “ki kamu sudah makan?” kata pertama yang emak ucapkan hari itu.
                       Hatiku terasa ditusuk-tusuk. Mengapa emak justru memikirkanku yang sehat

               ini, bukannya memikirkan dirinya yang terbaring lemah tanpa pertolongan. Bukannya

               tidak  mau  menolong  namun  tetangga  kami  sama  susahnya  seperti  kami.  Makan
               dengan lauk telur dadar merupakan pesta besar untuk kami.

                       “Sudah mak.” Sahutku dengan berbohong.
                       “jangan berbohong.”

                       Entah  kenapa  hari  ini  aku  begitu  tidak  rela  meninggalkan  rumah  satu

               jengkalpun. Aku ingin selalu di dekat emak. Aku menunggui emak sambil membaca
               koran  bekas  hasil  dari  aku  memulung.  Disanalah  diberitakan  tentang  politisi  yang

               menjadi terdakwa kasus korupsi. Koruptor tersebut diberitakan sedang sakit. Padahal
               beberapa hari yang lalu dia terlihat bugar ketika jumpa pers dengan wartawan. Ada

               lebih dari 2 dokter yang menangani koruptor tersebut. Aku tak pernah bisa mengerti
               apa mau dari para pemimpin bangsa ini. Dengan geram aku menyudahi membaca

               koran dan menyatukan kembali koran tersebut bersama tumpukan koran lainnya.

                       Kembali  aku  memandangi  emak  yang  kini  tertidur.  Wajah  tuanya
               mengambarkan perjuangan hidup yang berat namun penuh dengan ketulusan dan

               keceriaan.  Teduh,  itulah  yang  kurasakan  saat  dekat  dengan  emak.  Kini  ada  yang
               berbeda dari emak. Sudah tidak ada lagi suara yang terdengar dari tubuhnya.



                                                                    Jakarta, 26 Maret 2012 pukul 22:41

                 COPYRIGHT: REFQI RIFAI                                                                50
   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56