Page 440 - BUKU SEJARAH BERITA PROKLAMASI
P. 440
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
mencoba memperkeruh keadaan. PKO mengibarkan bendera
Kwomintang dan gambar Chiang Kai Shek diarak berkeliling kota.
Perbuatan PKO ini jelas memperlihatkan sikap bermusuhan dengan para
pemuda dan pejuang di daerah, sehingga terjadi bentrokan senjata di
dipusat-pusat masyarakat Cina di Pontianak, Singkawang, Djintan, dan
Zsedau. Dengan bantuan masyarakat Dayak maka para pemuda dapat
mengkhiri bentrokan itu dengan adanya perjanjian perdamaian.
Sementara masyarakat Dayak sangat menghendaki agar Sultan
baru dinobatkan secepatnya sebagai pengganti Sultan lama yang
dibunuh Jepang. Pasukan Dayak Majang Desa yang dipimpin oleh
Panglima Burung dan para panglima adat suku Dayak lain berhasil
mencapai kesepakatan dengan para pejuang dan tokoh masyarakat
untuk mengangkat Sultan Syarif Thaha Alkadri sebagai sultan Pontianak
pada tanggal 21 September 1945. Penobatan Sultan syarif Thaha
Alkadri diselenggarakan di halaman Istana Kadriah disertai pengibaran
bendera Merah Putih oleh Gusti Matan dan Abdul Muthalib Rivai
sebagai bukti dukungan kerajaan Pontianak dan PPRI terhadap
pemerintahan Republik Indonesia.
Di lain pihak, pendaratan pasukan Sekutu di Pontianak tengah
berlangsung, yang dilakukan dua gelombang. Gelombang pertama
pada tanggal 13 Oktoober dengan kapal perang HMAS ―Barcoo‖ yang
berkapasitas 2000 ton dan bermuatan 7 divisi pasukan militer Australia,
pasukan militer Belanda (NICA), mantan tahanan perang, 3 pejabat
pemerintahan sipil, seorang dokter dan seorang inspektur keuangan.
Rombangan pertama dipimpin oleh Letkol Sir. Thomas Blamey.
Kemudian gelombang kedua datang pada tanggal 14 Oktober 1945
dari Balikpapan yang dipimpin oleh Australia dengan menggunakan
61
pesawat Catalina (jenis pesawat amphibi). Selanjutnya menyusul
tentara KNIL yang datang ke Pontianak melalui Kucing.
Kehadiran pasukan Australia dan NICA langsung menduduki
kantor Residen dan juga bekas kantor Jepang. Dengan didudukinya
Kantor Residen dan dikibarkanya bendera Belanda, maka secara tidak
langsung Belanda ingin menguasai kembali Kalimantan Barat. Belanda
mendatangkan lebih banyak pasukan dan menempatkan kembali
pegawai-pedawainya serta mengangkat kembali Dr. J. van Der Swaal
sebagai Resident der Westerafdeeling van Borneo.
428