Page 53 - BUKU NATIONAL INTEREST DAN AGENDA PEMBANGUNAN EDISI KE-2
P. 53
KIPRAH TAHUN KEDUA WAKIL KETUA DPR/KORINBANG DR. (H.C.) RACHMAT GOBEL
“Proyeksi itu menunjukkan betapa besarnya potensi pasar dalam negeri
kita ke depan. Ini harus dijaga agar tidak menjadi lahan subur produk impor.
Keberpihakan terhadap produk dalam negeri menjadi satu keharusan agar
bisa berkembang dan mampu bersaing menghadapi produk asing,” kata
Rachmat Gobel.
Dari tahun ke tahun, serbuan produk impor memang terlihat semakin
deras. Tidak hanya mengambil alih pasar produk lokal, arus barang impor ini
juga telah menggerus surplus neraca perdagangan dan kian meningkatkan
risiko pada keseimbangan eksternal perekonomian.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), laju pertumbuhan impor dalam
10 tahun terakhir ini jauh melebihi ekspor. Sepanjang periode 2010-2020,
nilai impor naik pesat mencapai rata-rata 16,19%, sementara ekspor hanya
meningkat rata-rata 10%. Inilah membuat trend surplus neraca perdagangan
terus mengalami penurunan, dan mengancam keseimbangan eksternal
perekonomian nasional.
Bahkan, dalam 10 tahun terakhir ini neraca perdagangan beberapa
kali mengalami defisit, suatu yang sangat jarang terjadi pada sejarah
perekonomian nasional periode sebelumnya. Dalam rentang 2010-2020
terjadi 5 kali defisit neraca perdagangan yaitu pada tahun 2012 sebesar
US$ 1,66 miliar, 2013 sebesar US$ 4,07 miliar, 2014 sebesar US$ 2,57 miliar.
Kemudian pada 2018 dan 2019 masing-masing sebesar US$ 8,7 miliar dan
3,04 miliar.
Perkembangan Neraca Perdagangan 2010-2020 (U$ miliar)
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Rata-Rata
Ekspor 157,77 203,4 190,03 182,6 176,3 150,39 144,48 169,82 180,01 167,68 163,31 10,39%
Impor 135,66 177,4 191,69 186,6 178,8 142,69 136,65 157,98 188,71 170,72 142,57 16,19%
Surplus/ 22,11 26,01 -1,66 -4,07 -2,57 7,70 8,83 11,84 -8,70 -3,04 21,74
Defisit
Sumber: BPS 2021 (diolah)
Jika kecenderungan itu tidak bisa segera teratasi, tekanan terhadap
keseimbangan eksternal bisa dipastikan akan terus berlanjut dan kian
meningkat. Ini tentu akan membahayakan stabilitas perekonomian secara
keseluruhan, seperti terhadap upaya meningkatkan nilai tambah sumber
daya ekonomi dalam negeri, penyerapan tenaga kerja dan nilai tukar rupiah.
Pada akhirnya, semua itu akan melemahkan kemandirian bangsa dalam
menghadapi persaingan ekonomi global yang kian ketat.
35