Page 56 - BUKU NATIONAL INTEREST DAN AGENDA PEMBANGUNAN EDISI KE-2
P. 56

KEPENTING AN NASIONAL D AN A GEND A PEMBANGUNAN

                   Sektor Pangan Terancam
                      Berdasarkan  klasifikasi    penggunaan  produk,  laju  peningkatan  impor
                   terutama  terjadi  pada  barang  konsumsi.  Impornya  sepanjang  2010-2020
                   naik 48,8 % atau jauh di atas rata-rata pertumbuhan total impor 16,19%. Ini
                   membuat porsi impor produk pangan naik dari 7,36% pada 2010 menjadi
                   10,35% pada 2020. Pada periode yang sama,  impor untuk bahan baku dan
                   penolong naik 17,5% atau relatif sama dengan rata-rata pertumbuhan total
                   impor  sehingga  porsinya  relatif  stabil  sekitar 72,9%.  Impor  barang  modal
                   cenderung turun yaitu minus 1,47%, sehingga porsinya turun dari 19,84%
                   pada 2010 menjadi 16,62% pada 2020.
                      Dilihat secara lebih rinci, peningkatan impor barang konsumsi itu berasal
                   dari impor poduk pangan, di mana pertumbuhannya sepanjang 2010-2020
                   mencapai  58,7%. Sebagai  gambaran,  menurut  data  BPS,  pada  2010 impor
                   bahan pangan baru mencapai US$ 9,75 miliar, pada 2020 sudah mencapai
                   US$ 15,44 miliar sehingga pangsanya terhadap total impor naik dari sekitar
                   7% menjadi 11%.
                      Tidak  hanya nilainya yang meningkat, ragam produknya juga  semakin
                   luas. Impor pangan mulai dari gula, beras, gandum, jagung, kedelai, susu,
                   kakao, daging, bawang putih, cabai, kentang, ubi kayu, lada, garam sampai
                   tembakau.
                      Pada 2021, menurut BPS, sampai semester I (Januari-Juni) impor pangan
                   sudah mencapai US$ 6,13 miliar. Nilai impor terbesar adalah gandum sebesar
                   US$  1,55  miliar,  gula  senilai  US$  1,49  miliar,  kedelai  US$  873,3 juta,  susu
                   US$ 425,8 juta, kakao US4 286,3 juta dan daging US$ 276,5 juta. Berikutnya,
                   tembakau US$ 274,2 juta, bawang putih US$ 196,2 juta, jagung 99,8 juta, cabai
                   US$ 59,4 juta, garam
                      “Data-data itu  membuat miris.  Bagaimana  bisa,  sebagai negara agraris
                   dengan  lahan yang luas, tanah yang subur, laut yang luas, ketergantungan
                   Indonesia terhadap impor komoditi pangan terus meningkat,” kata Rachmat
                   Gobel.

                   Industri Manufaktur dan Deindustrialisasi
                      Serbuan produk  impor juga  sangat dirasakan pada  sektor industri
                   manufaktur. Dalam 10 tahun terakhir, pertumbuhan impor produk industri
                   manufaktur rata-rata 32%. Yang sangat memprihatinkan, pertumbuhan ini
                   juga  terjadi  pada produk  yang dulu  dikenal sebagai unggulan Indonesia
                   seperti elektronik, tekstil dan produk  tekstil (TPT), kayu  olahan. Mengacu
                   pada data BPS, sepanjang 2010-2020 impor peralatan listrik naik 50,22%, TPT
                   37,06%, produk kayu olahan 39,01%.


                                                      38
   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61