Page 143 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 143
118 M. Nazir Salim
Penolakan warga sangat wajar akibat tidak ada informasi yang
menjamin dan memastikan apa yang terjadi pada rencana di Pulau
Padang. Warga Pulau Padang beberapa kali melakukan dialog ke
DPRD Meranti dan bupati, tetapi mereka juga tidak memahami secara
persis apa yang terjadi, apalagi Pjs. Bupati Meranti bukan orang yang
memberikan persetujuan rekomendasi sebelumnya. Akhirnya yang bisa
dilakukan oleh bupati adalah bagaimana meredam emosi warga dengan
upaya-upaya yang bisa dilakukan. Saat tidak ada kepastian tata batas
sebagaimana dituntut warga, situasi semakin memanas, aksi demonstrasi
terjadi semakin sering dan meluas dari mulai ke Gedung DPRD Meranti,
Kantor Gubernur Pekanbaru, Kantor Kementerian Kehutanan Jakarta,
dan DPD RI Jakarta pada pertengahan Februari 2010.
Selain melakukan aksi-aksi di Selatpanjang, aksi juga dilakukan
di Jakarta untuk memperjuangakan tanah warga. Pada bulan Februari
2010, sembilan orang mengunjungi DPD RI, bertemu dengan wakil
mereka dari Riau Instiawati Ayus untuk meminta bantuan agar
“Jakarta” meninjau ulang SK Menhut No. 327 tahun 2009 sekaligus
menuntut pencabutan izin HTI milik RAPP di Pulau Padang.
Yang hadir dalam pertemuan ini perwakilan warga yang ditunjuk,
termasuk beberapa di antaranya sembilan orang yang diutus adalah
para Kepala Desa Pulau Padang. Satu bulan kemudian, Maret,
11 wakil warga Pulau Padang mendatangi KPK dan Mabes Polri
menyampaikan tuntutannya dengan membawa beberapa dokumen
dugaan korupsi. Bukan perkara mudah bagi warga yang secara
ekonomi tergolong rendah untuk membiayai teman-temannya ke
Jakarta, mereka harus iuran terutama anggota petani Pulau Padang
termasuk warga yang bersimpati atas gerakan mereka. 39
Sejak aksi pertama kali Agustus 2009, sudah lebih dari tujuh
bulan melakukan aksi, namun belum menunjukkan titik terang,
39 Disampaikan oleh Mukhti, di Mekarsari, Pulau Padang.