Page 148 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 148
138 Di Atas Krisis Sosial-Ekologis Semacam Apa
Megaproyek MP3EI Bekerja?
Di sisi lain, perkebunan kelapa sawit menghadirkan ketimpangan kepemilikan, konflik tanah, eksploitasi buruh dan kerusak-
an ekosistem. Sebagaimana telah dipaparkan, perluasan perkebunan kelapa sawit mencapai rata-rata 325.000 hektar/ta-
hun. Namun, pertambahan luas perkebunan kelapa sawit juga membawa perubahan dalam hal kepemilikan. Perkembangan
menunjukkan bahwa pemerintah tidak lagi menjadi aktor utama dalam pemilikan perkebunan kelapa sawit. Fakta memper-
lihatkan bahwa kepemilikan maupun perluasan perkebunan kelapa sawit justru dilakukan oleh sektor swasta (asing/nasi-
onal). Perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit swasta asing maupun nasional tidak hanya melakukan perluasan
tetapi juga melakukan privatisasi perkebunan-perkebunan kelapa sawit milik negara. 3
Kepemilikan Perkebunan Sawit di Indonesia
Sejalan dengan itu, kehadiran perkebunan di Indonesia tidak pernah terlepas dari konflik yang sangat berkaitan dengan
perampasan tanah di awal kehadiran perkebunan. Penjarahan tanah atau umum disebut landgrabbing dimaknai sebagai
pelepasan tanah karena kehadiran investasi yang membutuhkan tanah skala luas yang secara langsung maupun tidak
langsung kemudian memicu perubahan kontrol atas tanah. Di sisi lain bagaimana kehadiran investasi itu melakukan kontrol
atas buruh dalam rangka maksimalisasi keuntungan. Jelas, kekuasaan yang timpang menyebabkan satu pihak harus
kehilangan akses terhadap sumber daya.
Kelapa sawit telah menjadi salah satu komoditas global. Akibatnya para pemilik kapital besar memanfaatkan lahan-lahan di
negara berkembang untuk memenuhi kebutuhan akan komoditas tersebut. Banyak investor-investor asing kemudian
menawarkan pengelolaan perkebunan skala besar di negara berkembang dengan bungkus modernisasi pengelolaan
perkebunan. Mereka menawarkan dana, negara berkembang menyediakan lahan. Dalam penjelasan ini, sawit kemudian
dinobatkan sebagai komoditi kapital yang dengan harga berapa pun, dikonstruksikan sebagai barang superior, mengingat
kebutuhan pasar dunia terhadap minyak sawit cukup besar. Sehingga tawaran kapital terhadap masyarakat lokal tidak ada
pilihan lain: berkebun sawit atau mati.
Grafik 3
4
Kepemilikan Perkebunan Sawit di Indonesia
Rakyat
13%
Negara Swasta
30% 57%