Page 145 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 145
Hotler Parsaoran Sitorus - Saurlin Siagian - Kartika Manurung
DI BALIK PERKEBUNAN DAN
PROYEK HILIRISASI SAWIT:
EKSPLOITASI BURUH KEBUN
DI SUMATERA UTARA
Sejarah Perkebunan Sawit di Sumatera Utara
Perkebunan di Indonesia merupakan produk dari sistem ekonomi kapitalis dan pendukung utama dari pertumbuhan industri
yang mulai berkembang di negara-negara Eropa pada abad 18. Sistem ekonomi perkebunan memiliki ciri antara lain:
Pertama, sistem ekonomi perkebunan dilandasi paradigma bahwa ekspor hasil perkebunan harus diprioritaskan demi
pertumbuhan ekonomi nasional. Kedua, perkebunan menguasai dan memiliki peluang sangat besar untuk menguasai tanah
yang tidak terbatas. Ketiga, kebutuhan akan tenaga kerja murah sangat besar. Keempat, pengelolaan perkebunan sangat
ketat. Kelima, kehidupan perkebunan umumnya tidak terjangkau oleh kontrol sosial, karena dikondisikan untuk terisolasi dari
masyarakat luar.
Perkebunan dan negara merupakan dua lembaga yang sejak jaman penjajahan hingga saat ini selalu berkolaborasi. Negara,
menggunakan perkebunan sebagai alat penghasil devisa guna menunjang pertumbuhan ekonomi. Sementara, perkebunan
menggunakan negara untuk menjamin dan memperlebar akumulasi keuntungannya. Dari jaman penjajahan hingga perganti-
an rejim penguasa di Indonesia, perkebunan selalu mampu bertahan.
Di masa penjajahan, perkebunan dijadikan sebagai alat untuk menghasilkan devisa bagi Belanda. Sistem tanam paksa di
perkebunan oleh pemerintahan kolonial Belanda ternyata mampu menyelamatkan Belanda dari krisis utang. Liberalisasi
ekonomi dengan dikeluarkannya UU Agraria 1870 oleh pemerintah kolonial menjadi pendorong investasi besar-besaran asing
di ranah perkebunan di Indonesia, khususnya di Sumatera Timur menyebabkan eksistensi perkebunan semakin menguat
(Ricklefs, 2005).