Page 141 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 141

Kondisi Kelas Pekerja di Morowali, Sulawesi Tengah 131
                                                                                                     Booming Pertambangan Nikel, Perampasan Tanah dan



               Proses ganti rugi lahan tidak kunjung direalisasikan oleh PT HJM. Momen ini digunakan PT TPI untuk mendorong mobilisasi
               massa agar mendukung perusahaan itu. Perusahaan berhasil mengorganisir sebagian masyarakat dari tiga desa yakni: Desa
               Tangofa, Desa Oneete, dan Desa Tandaole. Pada 18 April 2011, masyarakat tiga desa tersebut di bawah pimpinan Akrif
               Peohoa mantan aktivis pergerakan Morowali yang juga bertindak langsung sebagai humas PT TPI, melakukan demonstrasi di
               depan Kantor Bupati Morowali. Para demonstran itu mendesak Pemda Morowali segera mencabut izin PT HJM dengan berba-
               gai alasan, misalnya kerusakan lingkungan, perampasan tanah, dan ingkat janji (Bungku pos, edisi xxxx/April tahun V 2011).

               PT TPI memanfaatkan keterikatan ganti rugi tanah sebagai media untuk menghalau secepat mungkin PT HJM dari lokasi
               tambang. Mereka menjanjikan ganti rugi lahan sebesar 2000 rupiah per meter dan tanaman 150 rupiah per pohon. Sementa-
               ra realisasi dana Community Development (CD) masyarakat dijanjikan sebesar 5000 rupiah per-metriks ton dengan pemba-
               gian 2000 rupiah untuk masyarakat dan 3000 untuk pembangunan. Disaat yang sama, konflik kedua perusahaan ini mela-
               hirkan dua kubu yang berkembang di masyarakat, sebagian masih mendukung PT HJM dan sebagian lain lagi mendukung PT
               TPI.

               Demikian halnya yang terjadi dengan kasus PT General Sumber Mining Indonesia (GSMI), anak perusahaan Aneka Tambang
               yang telah beroperasi sembilan bulan di Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali. Perusahaan ini melakukan penimbunan
               landasan pelabuhan di tengah-tengah pemukiman Desa Ganda-Ganda yang membuat puluhan nelayan tidak dapat menik-
               mati hasil usahanya.  Ijin perusahaan ini diduga kuat Ilegal, selain itu lokasi ini juga tumpang tindih dengan perusahaan
               tambang lokal yang tidak sempat beroperasi.


               Secara keseluruhan ada tiga desa dan satu kelurahan yang terkenai dampaknya, namun hanya Desa Ganda-Ganda dan
               Kelurahaan Bahoue yang terkonsolidasi menuntut dengan cara aksi massa. Mereka mendatangi lokasi perusahaan dan
               melakukan pendudukan dengan memasang tenda menghalangi aktivitas perusahaan. Proses konsolidasi yang dilakukan
               kurang lebih lima hari berhasil membuat perusahaan ini hengkang dari lokasi tersebut. Tetapi hanya berselang dua minggu,
               tepatnya April 2011, PT Mulia Pacific Resources (MPR) anak perusahaan PT Omega Central Resources menggantikan PT
               GSMI dengan cara meng-copy paste syarat-syarat tekhnis pertambangan, seperti AMDAL. Yang diketahui bahwa memang
               sebelumnya diatas lokasi tersebut bertumpuk IUP, dengan perusahaan yang berbeda-beda. Sementara, PT GSMI harus
               pindah mencari lokasi ditempat lain. Bupati Morowali telah menyediakan lahan di seputar Bahodopi sebagai gantinya. Lahan
               itu kemungkinan besar di atas lahan klaim KK PT Vale yang termasuk dalam 45 IUP lainnya.

               Kasus yang kurang lebih sama terjadi di Desa Bimor Jaya. Modusnya bahkan jauh lebih berkembang. Dalam desa ini terdapat
               dua IUP yang saling beradu di atas Lahan sawit milik warga. Namun proses transaksi jual lebih dulu dilakukan oleh PT
               Sinosteel. Perusahaan itu membeli lahan sawit pada masyarakat yang menjadi konsesi IUP PT Genba. Masalah kemudian
               mulai muncul saat proses land clearing dilakukan oleh PT Sinosteel. Perusahaan itu digugat oleh PT Genba karena dinilai
               telah menyorobot lahan resmi berdasarkan IUP yang diterbitkan oleh Bupati Morowali. PT Genba mengadukan kasus ini ke
               Mabes Polri, dan akhirnya mabes Polri memasang police line  di atas lahan tersebut.


               PT Sinosteel merespon Laporan PT Genba dengan mengorganisir masyarakat dalam lewat pola kerjasama pihak ketiga, yaitu
               Koperasi. Koperasi dipergunakan sebagai alat untuk melakukan konsolidasi dukungan dari masyarakat. Setelah lewat proses
               konsolidasi, terbentuk Koperasi Bina Remaja yang mendukung terbitnya IUP Sinosteel di atas IUP milik PT Genba.  Berikut ini
               perjanjian antara Sinosteel dengan masyarakat dan Koperasi:
   136   137   138   139   140   141   142   143   144   145   146