Page 140 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 140

130     Di Atas Krisis Sosial-Ekologis Semacam Apa
               Megaproyek MP3EI Bekerja?



                                   kasi sendiri. Sehingga transaksi akuIsisi lahan melalui jual beli izin dilakukan, bahkan melibatkan petani yang tidak punya
                                   IUP. Lahan-lahan pertanian mereka, dan kebun-kebun sawit plasma biasanya dikorbankan dengan nilai ganti rugi yang pres-
                                   tisius. 38

                                   Ketiban rejeki tidak saja dirasakan oleh Anwar Hafid dan kroni-kroninya. Pegawai yang bekerja di lingkungan Dinas Pertam-
                                   bangan dan Energi, juga sering mendapat uang perkenalan dan sejumlah fasilitas dari para pengusaha tambang ketika
                                   berkunjung ke Jakarta. Setiap kali mereka berkunjung ke Jakarta biasanya diberikan uang belanja oleh setiap perusahaan
                                   tambang yang berkepentingan, minimal 30 juta rupiah per orang plus biaya entertainment.


                                   Demikian juga dengan pimpinannya yakni Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Morowali H.
                                   Umar Rasyid, juga mendapat berkah yang sama. Pada tahun 2011, untuk biaya pernikahan anak Kepala Dinas Pertambang-
                                   an itu menghabiskan anggaran kurang lebih empat ratus juta rupiah yang diduga kuat oleh sejumlah pejabat setempat seba-
                                                                 39
                                   gai hadiah dari para pengusaha tambang.  Dalam struktur internal ESDM selain Kadis, dua staf yakni Nukrah dan Bahdin
                                   adalah pribadi yang paling sering ketiban rejeki “panas” dari para pengusaha tambang.

                                   Taktik Pecah Belah dan Orientasi Ganti Rugi


                                   Eskalasi konflik lahan antara perusahaan tambang yang saling berebut lokasi ekstraksi pada akhirnya memicu meningkatnya
                                   pragmatisme masyarakat. Orientasi perjuangan dan protes-protes yang dilancarkan terhadap perusahaan tambang sering-
                                   kali dibelokkan dengan kepentingan individu elit tertentu, atau kelompok sosial yang secara kasar ingin mengambil manfaat
                                   sesaat baik dari segi uang maupun untuk menciptakan bargaining terhadap perusahaan, baik untuk kepentingan pembiaya-
                                   an politik maupun untuk bisnis. Sehingga hal itu berdampak pada munculnya aneka macam tuntutan mereka; ada yang
                                   semula tanahnya ingin dikembalikan, dan ada pula yang terjebak dengan tuntutan pragmatisme, atau sering disebut ujung-
                                   ujungnya uang ganti rugi, misalnya uang debu, uang air, uang listik dan lain-lain. 40

                                   Pragmatisme tanah berkembang sejak trand ganti rugi tanah diperkenalkan oleh PT Hoffmen tahun 2008-2009, salah satu
                                   pemilik IUP. Eskalasi proses transaksi tanah pun meluas ke desa-desa tetangga yang sedang diincar oleh investor tambang.
                                   Kondisi mendapatkan momentum setelah Pemerintah Kabupaten Morowali menerbitkan Surat Kepemilikan Tanah (SKT), yang
                                   disusul oleh otoritas pihak kecamatan dan kepala desa. Dalam kurun dua hingga tiga tahun terakhir fenomena penerbitan
                                   SKT mencolok dilakukan hampir sebagian besar desa-desa yang diterkenai perluasan ekspansi tambang. Dua kecamatan
                                   paling aktif melakukan penerbitan SKT adalah Bahodopi dan Bungku selatan. Mayoritas masyarakat yang berada dilingkar
                                   tambang tersebut terlibat dalam jual beli tanah secara massif.

                                   Persaingan antara perusahaan kerapkali memanfaatkan penduduk setempat secara kasar. Mereka memobilisasi kekuatan
                                   masyarakat sekitar tambang untuk melakukan penolakan dengan janji CSR, Comdev, dan macam-macam fasilitas lips
                                   service yang tinggi. Kasus itu terlihat jelas dalam konflik lahan di Desa Tangofa, Kecamatan Bungku Selatan, dimana kebun
                                   masyarakat diperebutkan sebagai lokasi tambang nikel antara PT. Total Prima Indonesia (TPI) dengan PT Heng Jaya
                                   Mineralindo (HJM). Kasus ini bermula dari pembangunan infrastruktur jalan Hauling  oleh PT TPI. PT HJM mengklaim bahwa
                                   lokasi itu milik mereka berdasarkan keputusan Bupati Morowali Nomor:540-2/SK.003/DESDM/XII/2009, sebaliknya, PT TPI
                                   mengacu pada Keputusan Bupati Morowali Nomor: 540-2/SK.001/DESDM/III/2011 tentang persetujuan Revisi Kuasa Per-
                                   tambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi, tanggal 10 maret 2011. Kedua perusahan itu masing-
                                   masing mengantongi lahan: PT HJM, 6776 hektare dan PT TPI seluas 1511 hektare. Namun bukti kuat dimiliki oleh PT HJM
                                   berdasarkan peta titik koordinat sementara PT TPI tidak ada (Bungku Pos, edisi xxxx/April tahun V 2011).
   135   136   137   138   139   140   141   142   143   144   145