Page 58 - Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat
P. 58

Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat  39


                  Pasal 1 huruf e Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor
              6  Tahun 1986  tentang  Kedudukan, Fungsi  dan Peranan
              Desa  Adat  sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum  Adat
              dalam Propinsi Daerah Tingkat I Bali dikatakan: “desa adat
              sebagai  desa  dresta  adalah kesatuan masyarakat hukum
              adat di Propinsi  Daerah Tingkat  I  Bali yang  mempunyai
              satu kesatuan  tradisi  dan  tata krama  pergaulan hidup
              masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan
              Kahyangan Tiga  (Kahyangan Desa)  yang mempunyai
                             51
              wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak
              mengurus rumah tangganya sendiri”.
                  Perda Provinsi Bali Nomor 6  Tahun 1986  tersebut
              dicabut  dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor
              3  Tahun  2001  tentang  Desa  Pakraman;  dan  berdasarkan

              Perda  yang  baru  ini  sebutan desa adat diganti  menjadi
              desa pakraman. Menurut Perda tersebut, “desa pakraman
              adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi Bali



              51   Kahyangan Tiga merupakan bagian dari Tri Hita Karana (tiga
                  sebab kemakmuran), yaitu: 1. Kahyangan Tiga, yang terdiri
                  dari tiga pura sebagai pusat pemujaan warga desa, yaitu pura
                  puseh (tempat pemujaan brahma, yang menciptakan alam
                  beserta isinya); pura Desa dan Bale Agung (tempat pemujaan
                  Wisnu yang memelihara); dan pura Dalem (tempat pemujaan
                  Siwa, yang mengembalikan kepada asalnya. 2.  Palemahan
                  Desa, yaitu tanah ulayat milik desa yang merupakan tempat
                  pemukiman warga desa  yang  bersangkutan.  3.  Pawongan
                  Desa, yaitu seluruh warga desa yang bersangkutan. Sebagai
                  warga  inti  adalah  setiap  pasangan  suami-istri  yang  telah
                  berkeluarga.  Lihat  Anonim, 1981,  Sistem  Kesatuan Hidup
                  Setempat Daerah Bali, Jakarta: Departemen Pendidikan dan
                  Kebudayaan Daerah Bali Tahun 1980/1981, hlm.46.
   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63