Page 12 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 12

Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria

               pada satu bagian akan menyebabkan perubahan pada bagian-
               bagian lainnya secara sistemik. Bila ini diterima Pembaruan
               Agraria sebagai daya perubahan niscaya juga akan masuk
               sebagai unsur yang harus dicernakan dalam kebudayaan itu
               sendiri. Pembaruan Agraria tidak boleh diposisikan sebagai
               transplantasi unsur kebudayaan baru yang tambal sulam atau
               yang sering diperolokkan sebagai ‘eklektisme murahan’.
                   Dalam konteks seperti itu yang menjadi amat krusial
               adalah bagaimana proses sosialisasi, internalisasi, dan enkul-
               turasi (baca: proses edukasi) atas urgensi penataan agraria
               digencarkan penyelenggaraannya pada individu-individu
               anak-anak bangsa sehingga pada gilirannya mereka menjadi
               generasi penerus yang handal memainkan peran sentral
               dalam Pembaruan Agraria. Hal ini amat perlu dicamkan,
               karena kita pernah atau sedang merasakan bagaimana mem-
               prihatinkannya suatu bangsa besar seperti Indonesia dengan
               sumberdaya agraria yang melimpah tetapi mewarisi satu
               generasi yang ‘buta agraria’ (agrarian illiteracy). Generasi
               ini adalah produk dari politik Orde Baru yang melarang
               anak-anak sekolah, pelajar, dan mahasiswa mempelajari
               masalah agraria dan bahkan oleh rezim ini pun kita tahu
               UUPA juga dipeti-eskan.  Jadi sebagai kebutuhan mendasar
               gagasan dan praksis Pembaruan Agraria niscaya akan meli-
               batkan keperluan perubahan pola pikir, pola sikap, dan ‘pola
               tanggapan jiwa’. Perubahan-perubahan makro dalam masya-
               rakat, tampaknya harus dimulai dari perubahan-perubahan
               mikro pada individu-individu anggota masyarakat, yakni
               dengan revolusi pandangan a-historis kepada pandangan
               yang historis (bandingkan, Mahasin, 1984).
                   Dalam ide seperti itu maka Sekolah Tinggi Pertanahan


                                                                    xi
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17