Page 125 - 3 Curut Berkacu
P. 125
Pasar Senen di Hari Minggu 107
tapi “bareng sekalian aja, Yu!” kata Iqbal tiba-tiba saja ‘nyelonong’ masuk juga. Belum sempat pula gue sanggah, Bima pun sudah ikut masuk. “Biar cepet, Yu!” ucap Bima sambil mesem.
Apa daya, terpaksa kami bertiga harus mencoba celana dalam satu bilik sempit. Bilik yang terbuat dari triplek tipis ini tak sanggup menolak kami, meskipun didesain hanya untuk satu orang tapi dipaksa harus muat untuk kami bertiga.
“Bal, lu ngadap sana, gue ngadap sini,” gue mengarahkan Iqbal untuk menghadap ke sisi kiri bilik dan gue ke kanan. “Lah, gue ngadep mana dong?” tanya Bima saat gue dan Iqbal hendak mulai melepas celana. “Lu ngadep ke atas aja, Bim!” ujar gue guyon. “Hahaha... anjir, gue ngadep atas masa! Emang gue lagi struk!” sanggah Bima seketika dan kami pun riuh dengan tawa.
“Gimana, Yu, cocok gak celananya?” tanya Bima sambil berputar memperlihatkan penampilan celana barunya. Tapi gue masih berusaha mengenakan celana gue.
“Hem.. eeehh, iiihh, iiiyaaa, kayaknya cocok,” jawab gue masih berusaha mengenakannya.
“Saran gue nih, ye, mending lu lepas dulu tuh sepatu, gimana mau masuk tuh celana kalo kehalang sepatu lu!” seru Iqbal melihat gue masih berusaha mengenakan celana dengan sepatu tetap terpasang.
“Lu rada-rada emang, Yu!” sambung Bima.
Gue memang sengaja tetap mengenakan sepatu saat mencoba celana ini, maksudnya biar nanti gak usah dipasang lagi, biar sekalian saat celananya dipakai, sepatu juga sudah terpasang sekalian. Maksud hati menghindari