Page 131 - 3 Curut Berkacu
P. 131
Pasar Senen di Hari Minggu 113
Iqbal. Si Ibu kemudian menghitung uang itu, “oke, pas ya, dek, 475.000!” katanya selepas menghitung uang itu, “terimakasih banyak ya, dek” sambungnya dengan senyum. “Sama-sama, Bu.” Balas kami bersamaan.
Sebelum beranjak keluar dari toko, gue kembali mengucap maaf karena keteledoran gue. Si ibu hanya senyum-senyum dan membalas singkat, “ndak apa-apa kok, dek!”
Kami berjalan meninggalkan toko si Ibu itu menuju toko selanjutnya sambil melirik ke kiri dan ke kanan memperhatikan jualan toko-toko yang lain. Gue sangat lega rasanya, ganjalan di dada gue seakan lenyap total, ternyata tidak serumit yang gue khawatirkan. Apa yang telah membuat gue takut mungkin karena gue sudah ‘piktor’ duluan dan berusaha lari dari tanggung jawab.
Namun, belum jauh langkah kami, tiba-tiba gue mendengar teriakan kecil dari belakang, “dek... dek..., tunggu!” gue membalikkan badan, ternyata si Ibu tadi itu yang berteriak sambil melambai-lambaikan tangannya dan berlari-lari kecil menghampiri kami.
‘Waduh, kenapa lagi si ibu itu?’ bisik gue dalam hati mulai khawatir lagi. Rasa bersalah gue muncul lagi. ‘Bukannya tadi sudah beres!’ bisik gue lagi.
“Eh, emak lu yang tadi tuh kayaknya,” celetuk bima, menambah kekhawatiran gue lagi.
Si Ibu itu semakin dekat, tetap memanggil-manggil seakan memaksa kami untuk berhenti. Saat tiba persis di depan kami, ia tergesa-gesa berkata “adek yang tadi, siapa yang merobekkan celana PDLnya ya?” Mendengar pertanyaaannya itu, spontan jantung gue kembali bedegub