Page 130 - 3 Curut Berkacu
P. 130

 112 3 Curut Berkacu
sudah yakin bahwa ukuran kali ini sudah pas.
Si ibu langsung membungkus celana yang diambil dari
tangan Sada, dimasukkannya ke dalam kresek transparan yang di-doubel dengan kresek hitam lagi, sebelumnya Bima meminta untuk masing-masing dipisahkan bungkusannya. Kemudian si Ibu itu juga meraih celana dari tangan Bima, Iqbal, dan Alkaf.
Di sela itu, gue mendekati si Ibu, mencoba mulai menjelaskan kejadian yang gue alami dengan celana yang gue coba. “Bu, saya minta maaf sebelumnya, celana PDL yang tadi saya coba robek, saya tidak sengaja, tapi nggak apa-apa, Bu, saya beli yang ini aja,” gue menjelaskan terbata- bata dengan wajah penuh ‘permohonan’, gue kemudian menjelaskan kronologi kenapa bisa sampai robek.
“Owh, begitu ya, dek, di bagian mananya yang rusak emang?” tanya si Ibu dengan lembut sambil gue sodorkan celana dan gue perlihatkan letak robeknya. Celana-celana yang sedang dia lipat ditaruhnya dan meraih celana yang gue perlihatkan.
“Owh, ini gak apa-apa atuh, dek, untung robeknya di bagian jahitanya, nanti kamu jahit saja, dek!” kata si Ibu itu dengan senyum ramah sambil melipat celana yang gue sodorkan, persis saran Iqbal, dan sama sekali di luar dugaan gue, dia tidak sedikit pun menampakkan marah atau kesal. Mungkin juga karena di awal gue sudah jujur dan berkomitmen tetap membelinya.
Semua celana sudah dikemas rapi. “Jadinya 95.000 per celana, dek,” kata si Ibu selanjutnya. Kami segera mengeluarkan uang masing-masing dan dikumpulkan ke Iqbal, lalu diserahkannya ke si Ibu, “ini bu uangnya,” ujar



























































































   128   129   130   131   132