Page 129 - 3 Curut Berkacu
P. 129

 Pasar Senen di Hari Minggu 111
membuat mereka pada tertawa, seakan kalau gue gugup karena ada ‘rasa’ gitu sama si ibu pedangang itu, anjay dah! Gue pun menjelaskan ke Alkaf dan Sada tentang insiden yang gue alami di dalam bilik tadi, mereka terheran- heran kok gue bisa ‘se-oon’ dan sebodoh itu, padahal menurutnya bahan celana itu cukup tebal dan pasti sulit
robek, gue hanya tersipu malu karena kebodohan itu. “Sudah, Yu, gak usah dipikirin, jujur aja! Sapa tau lu diangkat jadi anakan sama si ibunya!” celoteh Alkaf yang
disambut tawa lagi oleh yang lain.
Melihat kami semua sudah keluar dari bilik, si ibu
itu berjalan menghampiri. “Bagaimana, dek? Pas kan celananya?” tanya si ibu sambil tersenyum percaya diri memastikan pilihan ukurannya semua pas untuk kami.
“Iya, Bu, pas kok,” jawab Bima.
Jawaban Bima seakan mewakili kami, tapi tidak dengan Sada. Menurutnya, celana yang dia coba kurang pas di pinggang dan terasa sempit di bagian paha. Si ibu itu pun beranjak seketika ke toko sebelah. “Huft,” hembusan nafas gue perlahan, ada rasa plong di dada, seakan Sada berhasil mengulur waktu sedikit lebih lama untuk gue lebih mempersiapkan diri berbicara ke si ibu itu. Sada bak pahlawan aja rasanya, meskipun gue tau bahwa waktu untuk mengungkapkannya pasti akan tiba juga.
Tak lama kemudian, si ibu itu muncul. “Ini coba, dek!” katanya sambil menyodorkan celana yang baru diambilnya dari toko sebelah, “ini ukurannya nambah satu di atas ukuran yang tadi, dek.” Sambung si ibu.
“Ya udah, langsung angkut aja, Bu, jadi berapa?” balas Sada menolak untuk mencoba lagi celana itu, mungkin dia

























































































   127   128   129   130   131