Page 128 - 3 Curut Berkacu
P. 128
110 3 Curut Berkacu
“Bohong itu gak baik loh, Yu, kan tau lu isi Dasa Dharma Pramuka, ditanggung di akhirat juga loh! Sudah, jujur aja dan ganti celananya! Kan nanti lu bisa jahit aja tuh robekannya kalo sudah sampai di rumah jadi bisa lu pake, lagi pula ukurannya juga udah pas tuh!”
Kelihatannya Iqbal menduga rencana ‘piktor’ gue. Dia mencoba membujuk dan menjelaskan gue pentingnya untuk jujur, apalagi sebagai anggota Pramuka yang menjunjung tinggi nilai “Bertanggungjawab dan dapat dipercaya” yang termaktub pada poin ke-9 dalam Dasa Dharma Pramuka.
Gue mulai sedikit tenang setelah ‘diceramahin’ oleh Iqbal. Kami pun bergegas keluar bilik, disusul oleh Alkaf dan Sada. Gue masih terbengong, melihat si ibu pedangang yang masih di bagian depan toko.
“Bim, abis ini lu mau beli apa lagi?” tanya Iqba ke Bima, gue masih bengong.
“Gue pengen beli kopel untuk celana PDL ini sih, Bal.” jawab Bima sambil melipat kembali celana yang ada di tangannya.
“Owh, kalau gue sama Alkaf abis ini pengen beli baret Polri yang warna hitam, Bim.” Kata Iqbal. “Oh iya ya, berapaan ya harganya, kalau murah gue juga pengen beli,” lanjut Bima. Gue hanya mendengarkan percakapan mereka dan masih tetap bengong. Di tengah pembicaraan itu, Alkaf dan Sada keluar dari bilik.
“Lu kenapa, Din?” tanya Alkaf keheranan melihat sikap gue, “Iya, lu kenapa?” sambung Sada. Gue tidak merespon mereka, gue hanya diam saja. Entah, gue harus jawab apa.
“Itu, Kaf, si Wahyu lagi gugup mau ketemu ibunya tuh,” tapi Bima yang menimpalinya, dan mendengar itu