Page 136 - 3 Curut Berkacu
P. 136
118 3 Curut Berkacu
Masa-masa indah di pesantren. Penuh dengan tempaan mental, kebiasaan mendisiplinkan diri, dan kehidupan yang serba terbatas. Makan seadanya, tidur di atas lantai hanya beralas sajadah dan sarung, dan serentetan kebiasaan-kebiasaan lainnya yang benar-benar cukup menyiksa dan harus dikerjakan sendiri, tapi semua itu indah untuk dikenang.
Saat itu, gue merasa terbuang, tak jarang gue memberontak untuk sebuah kebebasan layaknya anak- anak seumuran gue yang bebas menikmati hari-hari tanpa tempaan dan siksaan.
Namun, kini gue sadar bahwa semua itu telah membentuk diri gue menjadi sosok manusia yang mandiri, tidak mudah bergantung pada orang lain termasuk pada orang tua dan keluarga. Gue sadar bahwa ini adalah warisan terbesar yang ditinggalkan oleh bokap gue.
Pagi ini, tak seperti biasanya, gue sedang mempersiapkan barang-barang perlengkapan untuk kegiatan perkemahan selama 4 hari. Seluruh barang-barang pribadi dan kelompok sudah gue data dengan lengkap dan siap untuk gue kemas rapi ke dalam sebuah tas carrier 50 liter berwarna biru tua.
‘Baju Pramuka PHD, siap!’ ‘Beras dan kacang ijo, siap!’ ‘Senter, siap!’
‘Kaos kaki cadangan, siap!’ ‘Daleman, siap!’
Gue tersenyum-senyum sendiri memandangi seluruh perlengkapan yang akan gue bawa telah ready, beberapa kali gue pastikan agar tidak ada yang tertinggal. ‘Kini