Page 210 - 3 Curut Berkacu
P. 210
192 3 Curut Berkacu
Gue ikutan duduk di atas jok motor, menunggu Iqbal. Dan tak lama berselang, suara ‘batuk kering’ dari knalpot Vespa milik Iqbal sudah terdengar dari kejauhan. Semakin dekat, semakin nyaring tuh suara batuk.
“Assalamu alaikum, brother!”
Iqbal menyapa dengan senyum khasnya, melepas helm hitam yang dikenakan, dan kembali mengenakan baret hitam wol ala Polisi. Gue harus akui, Iqbal terlihat lebih gagah dan tampan.
“Wa alaikum salaam,” jawab gue dan Bima berbarengan.
“Baru nyampe, Bal?” tanya gue.
Bima menoleh ke arah gue sambil mengerutkan dahi dan alisnya.
“Menurut lu, Yu?”
“Yaelah, gue kan hanya nanya doang, Bim, basa-basi!” Mendengar jawaban gue yang serupa jawabannya
tadi, Bima tertawa, gue juga tertawa. Iqbal memandangi kami bengong, bingung tentang apa yang lucu. Tapi lu yang baca ini gak bingung kan? Hehehe.
“Lu berdua itu candaannya receh, kembar lu, ya, satu rahim, ya?” tukas Iqbal.
“Dih!” sahut gue memandang Bima.
“Kembar sama jodoh, gak ada bedanya, ya.” Lanjut Iqbal.
“Anjriiit,” pekik Bima.
Iqbal tertawa puas, seakan berhasil membalas guyonan gue dan Bima. Kami pun kembali tertawa bersama, namun canda tawa ini harus berakhir sebab terdengarnya suara pluit panjang menggema yang bertanda kami sudah