Page 218 - 3 Curut Berkacu
P. 218
200 3 Curut Berkacu
ruang tempat dia dirawat. Gue menarik sebuah kursi dari pojok, mendekat ke sisi ranjang pasien bernuansa cokelat tempat dia dibaringkan.
“Gak apa-apa, Yu!” jawabnya pelan.
“Tadi cuman dijahit doang sama dokternya, itu juga cuman lima jahitan, gak banyak kok, Yu!”
“Ah gila, lu bilang dijahit nggak apa-apa?”
“Dalam ilmu medis, itu namanya... hemm...”
“Alaah, sudahlah, jangan berisik, pasien mau istrahat
nih!”
Iqbal memotong kalimat gue yang tersendat karena
lupa istilah medis untuk jahit-menjahit luka. Gue mau bilang kalau itu namanya ‘suture’, tapi keduluan dipotong Iqbal.
“Gue haus, Yu, gue mau min...”
Kali ini giliran gue yang memotong kalimatnya, “ya, bentar bapak pasien yang terhormat, saya ambilkan dulu, ya!” sahut gue dengan gaya membungkuk ala pelayan kerajaan setelah gue beranjak dari kursi.
Karena sudah tau maksudnya, tanpa pikir panjang, gue segera angkat kaki dari ruang kesehatan itu menuju kantin untuk membeli sebotoh air dalam kemasan. Perut gue juga terasa keroncongan, sekalian aja gue membeli dua roti.
Wah, rupanya Bima juga ada di kantin bersama beberapa kawan yang lain, sedang makan mie instan sambil ngobrol. Kelihatannya mereka ngobrolin sesuatu yang lucu. Dia juga tidak melirik ke arah gue. Sepertinya dia lupa dengan kejadian tadi. Lupa dan ‘bomat’ alias bodoh amat memang beda-beda tipis sih!
“Bu, bayar!” teriak gue.