Page 219 - 3 Curut Berkacu
P. 219

 Curut Egois 201
Gue sengaja meninggikan suara gue saat akan membayar air kemasan dan roti yang gue beli untuk memperdengarkan ke Bima tentang kedatangan gue di kantin ini. Gue pengen tau seperti apa reaksinya.
Nihil! Bima sama sekali tidak menoleh, alih-alih menegur gue. Bahkan hingga saat gue berbalik menuju ruang kesehatan, pun dia tetap bergeming, seakan pura- pura tidak menyadari kedatangan gue.
‘Bima pasti kaget jika tau kalau luka Iqbal sampe dijahit,’ gerutu gue dalam hati.
Perlahan gue mendorong pintu ruang kesehatan yang sedikit terbuka dengan pantat gue, maklum kedua tangan gue memegang ‘amunisi’ untuk menjajal perut dan tenggorokan yang sejak tadi merintih untuk diguyur.
Iqbal yang terlihat sedang duduk dan bersandar di atas ranjang pasien itu menoleh ke arah gue dengan tersenyum. Gue berfikir Iqbal tersenyum karena merasa senang gue telah kembali membawa air dan roti.
“Bima sudah ke sini, Bal?” tanya gue sambil menyodorkan sebuah botol air dan sebungkus roti.
Iqbal tetap saja tersenyum dan tertawa-tawa geli. Melihatnya tertawa dengan raut wajah merintih menahan rasa sakit akibat tarikan otot dan kulit wajahnya pada luka, membuat gue jadi bingung. Apa yang lucu ya?
“Gue tanya serius, kok lu tawa sih?” bentak gue pelan.
Bukannya menjawab, tingkahnya semakin membuat gue heran, seakan-akan ada sesuatu pada diri gue yang membuat Iqbal ingin terpingkal-pingkal tertawa tapi tertahan oleh rasa nyeri di pelipisnya. Air dan roti yang gue sodorkan pun belum diraihnya.

























































































   217   218   219   220   221